Sabtu, 08 September 2012

Catatan Perjalanan





















Dadang Kusnandar

BUS membawa kami dari Keraton Kanoman Cirebon, dalam Festival Keraton Nusantara (FKN) VIII Buton September 2012. Berangkat hari Senin 27 Agustus 2012 pukul 02.00 WIB seusai tawasul di astana Gunungjati Cirebon. Dipimpin Patih Qodiran, sejumlah 59 orang. Menggunakan bus Sahabat yang mengantar hingga ke Tanjung Priok, di tengah kemacetan arus balik lebaran 1433 H, tiba di Priok Senin 27/8/12 pukul 14.00 WIB. Kapal Motor Dobonsolo milik PT Pelni bertolak dari Priok dengan rute Priok – Tanjung Perak – Makassar – Baubau – Sorong- Manokwari- Jayapura, pada pukul 16.00 WIB.

Selasa 28 Agustus 2012

Pelabuhan Perak Surabaya Selasa 28 Agustus 2012 pukul 16.00, KM Dobonsolo transit selama 5 jam untuk kepentingan pengisian air +BBM, turun penumpang dan barang. Kapasitas penumpang bertambah 4.500 di Perak, KM Dobonsolo makin pengap. Penumpang overload, perjalanan laut lamban dengan tantangan lebih berat karena memotong Laut  Jawa ke Timur Laut menuju Makassar, praktis waktu tempuh bertambah 5 jam dari yang dijadwalkan.

Rabu 29 Agustus 2012

Pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar   pukul 23.00 WIT transit hingga bertolak menuju Baubau Kamis 30 Agustus 2012 pukul 02.00 WIT. Secara keseluruhan kondisi perjalanan menyenangkan kecuali lauk makan yang disediakan KM Dobonsolo bagi penumpang kelas ekonomi yang hanya menggunakan menu ikan tongkol setengah campur sayur kol dicacah kecil dengan bumbu air garam dan telor dadar campur terigu setebal  ½ cm bentuk segitiga sekira 7 cm, juga tempat tidur penumpang yang tidak layak.

Ada rasa mahfum ketika kepadatan penumpang merupakan kausalitas arus balik lebaran. Penumpang yang overload dengan peningkatan jumlah berlebihan berakibat lorong kelas 3 jadi tempat tidur. Namun pihak perusahaan BUMN ini tidak memberi pelayanan yang baik kepada penumpang. Hal janggal yang terjumpa dan terekam sepanjang perjalanan laut dengan KM Dobonsolo adalah petugas cleaning service yang membuang sampah ke laut lepas pada jam tertentu dan tidak merasa bersalah, fakta ini diperkuat oleh aktivitas serupa yang dilakukan penumpang. Dapat dibayangkan biota laut terganggu, plastik bekas makanan yang tidak hancur disantap mikroba dan pengurai sangat mengganggu ekosistem laut ~terutama habitat biota yang hidup di dalamnya. 

Kesadaran mempertahankan keasrian lingkungan sebagaimana sering digalakkan pemerintah terkontaminasi oleh kurangnya kesadaran orang pemerintah sendiri. Bahkan penumpang mengatakan semua transportasi laut membuang sampah langsung ke perairan lepas pantai. Dengan kata lain akselerasi kerusakan biota laut semakin cepat merambat. Padahal perairan Indonesia Timur ini memperlihatkan sekawanan ikan lumba-lumba di perairan antara Surabaya-Makassar dan burung camar yang tegak berdiri di ujung gulungan ombak setinggi dua meter tanpa tergoyahkan terpaan angin. Burung camar dengan nalurinya mematuk ikan yang disisipkan di paruhnya sebelum disantap. Pemandangan indah ini terjadi di perairan lepas antara Makassar-Baubau.

Yang tak kalah menarik ialah pelaksanaan ibadah agama, shalat yang diadakan di musholla kapal secara menjama taqdim dan qashar (Maghrib dan Isya, Dhuhur dan Ashar) secara berjamaah. Karena penumpang yang overload itu, shalat berjamaah dilaksanakan dua gelombang.

Ketinggian gelombang diperkiraan antara 1-3 meter selepas Tanjung Perak hingga Baubau. Badan kapal yang oleng, debur ombak, angin kencang justru menambah keasikan perjalanan, terlebih banyak diantara kontingen yang sama sekali belum pernah melakukan perjalanan laut selama lebih kurang 70 jam dikurangi waktu transit di dua pelabuhan. Yang tak terlupakan adalah riuh rendah suara penumpang yang menonton pertandingan sepak bola antara Real Madrid vs Barcelona Kamis dini hari melalui layar televisi. Teriak dan dukungan kepada tim kesayangan seolah tak pedulikan penumpang kapal yang tengah lelap tidur.
Begitulah komunikasi antarsesama penumpang kapal tercipta, melalui kebersamaan aktivitas maupun interaksi lain. Saling bertukar cerita sebagai pengisi waktu senggang lantaran tidak ada aktivitas rutin sepanjang perjalanan, menimbulkan keakraban sekejap. Beberapa di antara penumpang mungkin saja menjalin persahabatan lebih jauh seusai pertemuan dan perkenalan di perjalanan laut itu.

Kamis 30 Agustus 2012 

KM Dobonsolo merapat di Baubau pukul 15.00 WITA. Penumpang yang berebut turun dan rindu daratan, hasrat untuk segera meneruskan aktivitas dan sebagainya ~tergambar di wajah penumpang. Baubau yang panas hari itu menyambut kami. Panitia lokal dengan busana adat Buton menyambut kedatangan kontingen, dan menyediakan kendaraan bus ke lokasi penginapan.

Festival Keraton Nusantara VIII di Buton ini makin semarak dengan pilkada baik untuk pemilihan walikota Baubau maupun gubernur Sulawesi Tenggara. Spanduk dan baligo terpajang hampir sepanjang jalan dari pelabuhan hingga ke lokasi penginapan. Saat itu muncul dugaan: FKN VIII di Baubau ini sarat kepentingan politik.

Unik memang, lelah sepanjang terapung di laut lepas, malam Jum`at itu bahkan berbincang banyak tentang berbagai hal menyangkut Seni Tayub dengan Pangeran Mamat Nurachmat, koordinator seni budaya Keraton Kanoman pada FKN VIII, di wisma Hing Amimah Jalan Diponegoro No. 16 C Baubau, depan lapangan volley komplek Polres Baubau. Tayub  diambil dari kata Thoyib (bahasa Arab) yang artinya baik, merupakan tari pergaulan yang dipersembahkan keluarga keraton Cirebon bagi tamu. Tayub saat itu dimainkan oleh seorang penari perempuan dengan selendang tipisnya, musik mengikuti gerak penari menandakan bahwa penari menjadi “Pangeran Panggung” yang mengatur permainan.

Pada saat penari mengalungkan selendang tipis itu ke leher laki-laki sesuai kehendaknya maka tamu harus ngibing (menari) di arena. Penonton gembira dan memberi applaus saat gerak penari menciptakan efek lucu. Namun jarak penari perempuan dengan tamu tidak boleh dekat, apalagi menyentuh bagian tubuh tertentu atau menyelipkan uang ke bagian sensitif perempuan. Berdasar keterangan budayawan Cirebon, Kartani, Tayub dirusak oleh kehadiran VOC yang membawa minuman keras dan mengajak tidur penari perempuan dengan sejumlah upah. 


Jum`at  31 Agustus 2012

Jalan-jalan menikmati bentor (becak motor) di Kota Baubau dari Jln. Diponegoro menuju Pantai Kamali. Waktu luang untuk mengenal kota indah dengan Benteng Portugis-nya, kota tepi pantai namun berbukit dengan udara relatif nyaman. Pantai Kamali ditandai dengan patung kepala naga. Konon patung ini dibangun berdasar hitungan fengshui untuk kemajuan masyarakat Baubau. Patung ekor naga dibangun di Palagimata, depan kantor walikota, daerah berbukit dengan pemandangan laut dan di kejauhan nampak Pulau Makassar.
Pantai Kamali yang panas siang itu kurang memberi sentuhan, terlebih menjelang shalat Jum`at harus kembali ke penginapan. Usai shalat Jum`at, di mesjid Muijahidin pertigaan Tanah Abang Jalan Diponegoro, sekitar 200 meter dari penginapan saya memilih tidur. Lelah menempuh perjalanan tiga hari di tengah laut sepertinya terbayar lunas dengan tidur bakda shalat Jum`at hingga terbangun pukul 16-an di Wisma Hing Amimah. Terbangun  karena bunyi pukulan gamelan yang dimainkan nayaga Keraton Kanoman yang hendak mematangkan prosesi kirab prajurit. Pemantapan kirab prjaurit itu dilakukan di lapangan volley komplek Polres Baubau. 

Kendati tidak mengenakan kostum kirab dan tidak membawa semua perlengkapan, namun berhasil menyedot perhatian warga masyarakat sekitar. Sore itu diiringi tabuhan gamelan dan gerak prajurit Keraton Kanoman, proses pemantapan kirab disaksikan warga komplek Polres. Perbincangan pun berlangsung, warga yang bertanya serta pertanyaan kami tentang konteks Baubau saat ini. 

Kegiatan malam lebih banyak dihabiskan dengan berbincang bersama teman-teman serombongan, berkenalan dengan warga Baubau yang terdekat dan terlibat dalam kegiatan kontingen Keraton Kanoman. Ada pula yang jalan-jalan malam mengitari kota, dan terbanyak memilih santai di wisma sambil nonton televisi.

Sabtu, 1 September 2012

Mengikuti seminar nasional bertajuk : Pusaka Kota Raja Sebagai Pusat Budaya Kreatif dengan sub judul Korupsi: Pusaka Atau Pusara di aula kantor Walikota Baubau. Menghadirkan Dirjen Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Ukus Kuswara sebagai keynote speaker, dibuka oleh Walikota Baubau. Menghadirkan Tony Rusdiansyah Phd, antropolog UI; Asfarinal, Direktur Eksekutif Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI); Juju Masunah dari kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan Dosen  Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, dan empat pembicara lain untuk sesi kedua.

Tony membahas spirit ekonomi kreatif berdasar sejarah Buton dengan mempertanyakan kreativitas masyarakat Buton. Pembelajaran dari masa lalu, masihkah ia ada di masa kini? Pada prinsipnya, antropologi masyarakat Buton menurut Tony merupakan resiprokalitas yang berangkat dari kata pobinci binciki kuli, saling menghargai-saling menghormati-saling melindungi. Ia juga menerangkan globalisasi telah masuk ke Buton berabad lalu dengan ciri diplomasi budaya, pernikahan antar keluarga kerajaan dengan kerajaan lain, dan munculnya persekutuan yang menepis sara (limbo).

Seluruh kerajaan Nusantara adalah ruang publik bagi kaum urban (bahkan imigran), keterbukaan itu telah dilakukan oleh Kesultanan Wolio Buton. Ruang publik itu menantang untuk kita tindaklanjuti sehingga tercipta binci binciki kuli.

Jadwal Kegiatan FKN VIII Buton:

Sabtu 1/9/12 pukul 19.30 WITA welcome diner di lapangan depan kantor Walikota Baubau, sekaligus pembukaan FKN. Minggu 2/9/12 pukul 09.00 pameran benda pusaka keraton di Gedung Semerbak Madani (stadion), pukul 13.00 kirab agung prajurit di alun-alun Betoambari, pukul 19.00 Tari klasik dan peragaan busana keraton di Kotamara. Senin 3/9/12 pukul 10.00 pameran kuliner di Gedung Prestasi Kotamara, pukul 13.00 Pesta Rakyat Kesultanan Buton di Baruga Sorowalio, pukul 16.00 – 23.00 pagelaran tari klasik dan busana keraton di Kotamara. Selasa 4/9/12 pukul 08.00 dialog budaya dilanjutkan musyawarah raja/ sultan untuk memutuskan lokasi FKN berikutnya, pukul 19.30 penutupan FKN di Kotamara.

Pembukaan FKN:     

FKN dibuka oleh Walikota Baubau, disisipi sambutan oleh Dirjen Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Ukus Kuswara, dan GRA Kus Murtiyah (Gus Imung) dari Solo sebagai Sekjen Forum Komunikasi dan Informasi Keraton Nusantara (FKIKN). Ribuan massa tumpah menyaksikan perhelatan budaya ini. Kuliner Buton disajikan gratis kepada hadirin, juga hiburan berupa penampilan seni  tari tradisi, tari kreasi, dan pantun yang diiringi musik. Palagimata, lokasi pembukaan malam itu terang benderang. Kegembiraan, pertemanan, persaudaraan yang indah terselip pada pembukaan FKN yang meriah.

Minggu, 2 September 2012

Pameran benda pusaka keraton, busana kerajaan, foto-foto masa lalu kerajaan Nusantara diadakan di Gedung Semerbak Madani, lapangan Beto Ambari. Masyarakat Baubau menyebut tempat ini dengan nama Stadion.  Sejak pukul 09.00 WITA pameran ini sukses menarik pengunjung dalam jumlah lumayan banyak. Siswa sekolah bertanya, mencatat, dan berfoto. Stan Keraton Yogyakarta dengan penampilan foto dan petugas yang stand by di tempat serta mampu menerangkan arti foto-foto lama itu merupakan stand terfavorit. Di urutan kedua, Kerajaan Bima, meski bangunan fisik kerajaannya telah direnovasi sehingga berbeda dengan bentuk aslinya. Akan tetapi kemampuan menjelaskan sejarah dan berbagai soal yang ditanyakan pengunjung merupakan nilai tambah. 

Banyak stan pameran ditinggalkan kontingen FKN. Mereka hanya memajang foto, buku tamu tanpa kehadiran seorang pun yang diharap pengunjung mampu menerangkan maksud foto-foto yang terpajang. Lebih dari itu beberapa stan pameran dibiarkan kosong melompong tanpa materi pameran. Keraton Kanoman Cirebon menampilkan replika kereta kencana Paksinagaliman, alat pemotong tembakau yang digunakan keluarga keraton, dan menjual krupuk udang Cirebon.

Kirab Agung Prajurit Keraton

Lapangan Beto Ambari siang itu panasnya menyengat. Tribun yang tertata untuk sultan dan undangan, ratusan prajurit keraton di tengah lapangan sejak pukul 11.00 WITA, serta warga yang menyaksikan ~adalah pemandangan tersendiri dengan berbagai makna. Kirab prajurit yang direncanakan pukul 13.00 baru mulai pukul 15.00. Tentu saja pengunduran waktu ini menurunkan stamina pasukan kirab. Jarak tempuh 4 km menyusur jalan-jalan Kota Baubau dengan finish di Kotamara,  tak urung melelahkan. Akan tetapi antusiasme masyarakat luar biasa. Sambutan berupa sorak kegirangan, tawa melihat kelucuan busana yang dikenakan prajurit, jepretan lensa kamera dari berbagai alat dokumentasi, benar-benar menghibur sekaligus menyenangkan. 

Kota Baubau yang berbukit, kirab pasukan yang sesekali mendemonstrasikan keseniannya di jalan beraspal hingga mengundang keingintahuan warga Baubau sore itu bagai oase di tengah panas. Penonton yang menyediakan air mineral dan minuman kemasan untuk peserta kirab prajurit menjadikan betapa indahnya event budaya ini. Keraton Kanoman Cirebon menampilkan Kemantren, Keraton Kacirebonan menampilkan Tari Manggala Yudha, Keraton Kasepuhan Cirebon menampilkan berbagai tari tradisi seperti Jalasutra, dan beberapa tari lain seperti pasukan pendayung perahu. 

Demo seni tradisi itu dapat disebut sebagai promosi seni budaya lokal. Yang paling sederhana ialah pertanyaan warga Buton, “Keraton Kanoman dari mana?”. Saya yang saat itu ikut serta dengan pasukan kirab mengenakan pakaian corak kotak-kotak kecil berwarna merah putih biru, kerap mendapat sapaan, “Hidup Jokowi!”, dan beberapa kali acungan jempol penonton. Pukul 19.00-23.00 panggung Kotamara menampilkan tari keraton dan peragaan busana. Lelah yang tak terkira, persiapan acara besok membuat saya tidak menyaksikan pentas seni malam pertama.



Senin, 3 September 2012

Pameran kuliner di Gedung Prestasi Kotamara pukul 10.00 WITA hanya diikuti oleh 5 (lima) keraton. Acara yang dihadiri Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Marie Pangestu itu cukup ramai. Keraton Kanoman menyajikan Nasi Lengko, makanan khas Cirebon. Puluhan pengunjung mencicipi nasi lengko.
Pesta Rakyat Kesultanan Buton di Baruga Sorowalio luput dari bidikan saya.

 Kotamara Baubau pukul 16.00 WITA hingga jelang Maghrib seharusnya digelar tari tradisi kontingen FKN VIII dan peragaan busana keraton. Namun hingga pukul 17.00 WITA di panggung pagelaran FKN berlogo kepala naga di kanan atas panggung dan ekor naga di kiri atas panggung belum terdengar musik tradisi (gending/ gamelan, dsb) sebagai tanda aktivitas kesenian pada FKN Buton. Bahkan ketika chek sound panitia lokal memperdengarkan musik pop. Pukul 17.03 WITA tampil tari Lariangin dari Kesultanan Buton, dilanjutkan dua tari lainnya. Lepas Isya di panggung yang sama tampil kontingen Sumedanglarang menampilkan Tari Adipati Jayangrana, Tari Gatot Gaca, dan Tari Leunyeupan. 

Pentas dilanjutkan kontingen Kasepuhan Cirebon dengan Tari Bedaya Pakungwati yang diperagakan oleh enam penari, Tari Adipati Karna oleh Heni dan Izul, lalu Sampyong, dan Topeng Klana yang diperagakan oleh Inu Kertapati. Kontingen Kanoman menampilkan Tari Putri Binangkit yang diperankan oleh Komalasari. Keraton Kacirebonan menampilkan Tari Manggala Yudha oleh Tomi Uli dan Dede, dilanjutkan dengan Tari Gandasari oleh Ninis, Putri, dan Leni. Pentas tari Keprabonan menampilkan Topeng Klana dan Tari Kapabron yang diperankan oleh beberapa penari perempuan.

Acara yang seharusnya menampilkan kesenian dan peragaan busana keraton hanya menampilkan pentas kesenian panggung, peragaan busana tidak ada. Menurut Inu Kertapati, kreator Tari Bedaya Pakungwati, "Panitia lokal tidak mampu memanage dengan baik sehingga acara yang telah dijadwalkan bisa berubah seketika". Dino Syahrudin mengatakan, "Bahkan pembawa acara tidak mengenakan busana tradisi, mereka cenderung ngepop sebagaimana mc pada acara-acara musik pop di televisi. Inu melanjutkan, "Sisi positif adalah antusiasme penonton yang terdiri dari masyarakat Baubau dan sebagian kecil kontingen FKN yang tidak pentas pada saat itu tampak luar biasa. Penonton penuh dan memberi applaus terhadap penampilan seluruh kontingen FKN di atas panggung.

Selasa,  4 September 2012

Dialog budaya dilanjutkan musyawarah raja/ sultan untuk memutuskan lokasi FKN berikutnya. Tampil Dr. H. Hasyim Purba, SH, M.Hum, Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU Medan dan Ketua Puslitham USU Medan membawakan makalah berjudul Eksistensi  dan Upaya Pemulihan Hak Masyarakat Adat Atas Tanahnya Guna Memperkokoh Jati Diri Bangsa. Bertempat di baruga sorowalio, dialog budaya yang seharusnya dibuka pukul 08.00 ngaret hingga pukul 11.00 WITA. Otomatis, acara ini sangat singkat karena berakhir di acara makan siang. Pembicaraan ini penting karena menyangkut nasib anak cucu kita ke depan, ungkap seorang peserta dialog.

Musyawarah raja/ sultan memutuskan FKN 2014 diadakan di Kesultanan Bima, dan FKN Sela pada Oktober 2013 di Istana Maimun Medan. Kontroversi muncul, dan pers mengabarkan berbagai hal menyoal FKN, termasuk dari besaran anggaran negara yang harus dikeluarkan.

Pukul 19.30 penutupan FKN di Kotamara. Tak ada yang menarik karena penutupan acara hanya seremonial sebagai bagian tak terpisah dari sebuah perhelatan nasional.

Rabu, 5 September 2012

Belum ada yang bagus untuk dituturkan di sini, kecuali menghadiri perayaan kecil hari ulang tahun seorang sultan di Hotel Galaxy Baubau. Berlanjut dengan obrolan di saung PT Bulog bersama Riki Dhamparan Putra, Inu Kertapati, Ririn ibu dosen yang dipanggil “bunda” oleh komunitas sastra Kendari Sulawesi Tenggara. Perbincangan serius, walapun terselip guyon. Kami bicara tentang Tari Lariangin dari Wakatobi, Tari Topeng Cirebon, karena Inu Kertapati adalah penari yang sudah singgah ke berbagai  negara seperti Kota Yi Lan di Thailand, Bussan Korea Selatan, Vladiwostok Rusia, Melbourne Australia, Washington USA, Bangkok Thailand, dan Berlin Jerman. Inu juga bertutur tentang konsep dalang dalam pemaknaan kesenian Cirebon.
Juga singgah ke Wontiro atas jasa baik Muhammad Jaya, karyawan Bulog Sub Divisi Regional Baubau Sulawesi Tenggara. Menikmati minuman sarabe dan pisang sambal, meskipun gagal memotret tulisan besar BAUBAU di dinding benteng Buton. Gagal karena kamera saya bukan LSR. Angin dingin malam itu menambah keasikan kami (sekitar 13 orang) menikmati kota indah ini. Kota yang berpeluang maju, bukan hanya karena kekayaan tambang alamnya belaka, melainkan lahan luas yang belum digarap oleh pemda setempat. Jikalau dikelola dengan sempurna dan mengedepankan kesejahteraan rakyat di atas segalanya ~saya yakin Baubau semakin mencengangkan.

Malam indah ini juga bertemu dengan Hardin Muhadia, Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Baubau yang adalah juga dosen fakultas pertanian Universitas Muhammadiyah Baubau (UMB) dan Anda (dosen FisipUMB) yang masih bujangan dan sudah 15 tahun tinggal di Baubau. Oya istri Hardin adalah Dekan Fakultas Hukum UMB. Malam itu kami berbincang tentang Muhammadiyah dan segala yang berkaitan dengan Buton. 

Kamis, 6 September 2012

Pulang ke Jawa. Pukul 11.50 pesawat Wings membawa saya dari Baubau ke Makassar. Singgah 110 menit di bandara Sultan Hasanudin lalu terbang ke Cengkareng Tangerang. Pukul 16.00 sudah menginjak tanah Jawa lagi. Lanjut ke Gambir naik Damri. Makan dsb setelah dapat tiket kereta api Cirebon Ekspres. Di stasiun Kejaksan tiba pukul 22.00 WIB langsung naik ojek ke rumah.
Perjalanan yang menyenangkan dan ingin mengulang lagi pada kesempatan lain, pada acara lain yang lebih menginspirasi kegiatan berikutnya.***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar