Rabu, 03 Februari 2010

10 Syuro Dulu dan Kini

CATATAN buram sejarah Islam sepeniggal Rasulullah Muhammad saw nyaris beruntun. Umar bin Khattab yang sederhana dan jujur mati ditikam sebilah pisau ketika shalat Shubuh. Usman bin Affan mati ditikam pedang Muhammad bin Abubakar saat suhu politik Mekkah memanas. Tak ada alternatif lain untuk memimpin negeri yang koyak diwarnai konflik itu, selain memakzulkan Ali bin Abi Thalib bin Abdul Mutahlib menjadi khalifah. Dan masa pemerintahan Ali yang 12 tahun tahun itu, 8 tahun berisi perang. Perang melawan sekawanan pemberontakan yang tak hendak patuh pada amirul mukminin.

Sepeninggal Ali, pusat pemerintahan pindah ke Syam (Syiria, Suriah) di bawah pimpinan Muawiyah bin Abu Sofyan dari Bani Umayyah. Mulailah pemerintahan dinasti mewarnai ratusan tahun perjalanan sejarah Islam. Perang demi perang atas nama kekuasaan dan klan, berawal sejak kekhalifahan diukur dan ditentukan oleh kemenangan pada pertumpahan darah.

Namun ada sebuah kisah paling dramatis menjelang peralihan kekuasaan Muawiyah bin Abu Sofyan kepada putranya Yazid bin Muawiyah. Sayed Husein bin Ali bin Abi Thalib dikabarkan hendak merebut kekuasaan/ makar untuk menduduki kursi khalifah. Keruan, kenyataan ini memancing kemarahan keluarga Muawiyah. Yazid yang berkuasa pun mengutus panglima perangnya membawa 4000 pasukan terpilih untuk mengakhiri Imamusysyahid Husein bin Ali bin Abi Thalib.

70 pasukan Husein bin Ali mengungsi ke Karbala di Propinsi Kuffah Iraq. Bersama sanak saudara : Hasan bin Ali, Zainab binti Ali dan anak-anaknya mendirikan kemah di padang tandus Karbala. Saat itu baru 50 tahun Rasulullah Muhammad saw wafat.

MUNDUR sejenak, saat Rasulullah Muhammad saw wafat. Kesedihan kaum muslim tak terperikan. Bahkan Umar bin Khatab beringas mengancam siapa pun yang mengatakan rasulullah saw wafat akan dipenggal batang lehernya oleh Umar. Alkisah, kearifan Abubakar Shidiq ra meluluhkan kerasnya Umar.

"Wahai Umar, engkau beriman kepada Allah? Lihatlah, bila engkau beriman kepada Muhammad, kini beliau telah wafat", kata Abubakar. Umar makin sedih dan tak kuasa menahan tangis.

Rumah rasulullah dirundung duka. Siti Fatimah az Zahra dan suaminya Ali bin Abi Thalib, Salman al Faris, Abudzar al Ghifari, Mush'ab bin Ka'ab, Bilal bin Rabbah al Habsyi sibuk mengurus jenasah rasul. Memandikan, mengafani, menyolatkan lalu menguburkan.

Syaqifah Bani Sa'diyah pada saat ahlul ba'it mengurus jenasah nabi, sibuk berbincang politik. Siapakah yang akan memimpin umat sepeningal nabi tercinta.

Abubakar, Umar, Usman bin Affan, Muawiyah bin Abu Sofyan, Abdurrahman bin Auf berbincang politik. Secara aklamasi Abubakar Shidiq terpilih menjadi amirul mukminin pertama dalam sejarah Islam. Pertimbangannya selain kearifan dan faktor usia, Abubakar yang ditunjuk nabi menjadi imam shalat apabila berhalangan sakit.

Ahlul bait kecewa. Saat jasad rasulullah saw terbujur kaku, para sahabat membicarakan politik pemerintahan. Tak heran jika ahlul bait tidak memberi tanda setuju pada penetapan Abubakar jadi khalifah.

Inilah mula pertama api dalam sekam pada sejarah islam. Babak ini pun berlanjut pada kisah AIR MATA KARBALA puluhan tahun kemudian. Inilah mula pertama cucu rasulullah Muhammad saw ~~Husein bin Ali~ dipenggal lehernya oleh panglima Bani Umayyah di Karbala. Inilah mula pertama Yazid bin Muawiyyah bin Abu Sofyan menangis melihat potongan kepala cucu tercinta Rasulullah saw.

Namun dengan bangganya Panglima Umayyah meletakkan kepala bercucuran darah itu di meja istana, setelah sebelumnya diarak keliling negeri Syam (Syiria, sekarang) sebagai pemberitahuan kepada publik. "Inilah nasibnya jika kalian melawan kepada khalifah, kepada Amirul Mukminin Yazid bin Muawiyyah", begitu teriaknya dari pelana kuda sambil membawa potongan kepala cucu Nabi tercinta keluar masuk kampung.

catatan sejarah menorehkan luka. Ibu-ibu dan siapa pun yang melihat kegilaan itu segera menutup jendela rumahnya. Tak tahan melihat kekejaman panglima. Tak menyangka akan seburuk itu perlakuan terhadap cucu rasulullah saw. Hanya karena perbedaan visi politik. Hanya karena Husein bin Ali beserta anak, istri, juga adik dan sekitar 70 pengikut menapak di Padang Karbala. Mendirikan kemah dan tak memiliki persenjataan perang memadai. Keluarga mulia itu (ahlul ba`it) ingin agar khilafah bukan diturunkan secara linear berdasar pola patrilineal, melainkan melalui pemilihan yang bebas dan terbuka. Atau setidaknya sebagaimana saat Ali bin Abu Thalib didapuk menjadi khlalifah meneruskan Utsman bin Affan.

Namun Karbala adalah darah dan air mata. Bahkan hingga kini, berabad kemudian...
Salahkah bila keturunan Imamusysyahid Husein bin Ali melihat kekejaman Karbala sebagai pemutusan keturunan Rasulullah saw? Dan gejolak perbedaan itu terus menganga, setidaknya ketika Iran (Persia) didominasi kaum Syi`ah yang berbeda dalam beberapa hal dengan Suni. Namun dunia terhenyak saat Imam Ayatullah Rohullah Khomeini pada 1979 berhasil memperdaya AS dan menghentikan diktatorial Syah Reza Fahlevi.

DUNIA berubah opini menyukai Iran, menyukai Presiden saat ini Ahmadinejaz yang berani kendati ia moderat. Menghargai keberanian Iran dengan program nuklirnya, dan seterusnya...