Senin, 18 November 2013

Stiker Soeharto yang Mengecoh

Oleh Dadang Kusnandar

SEBUAH stiker bergambar mantan Presiden Soeharto dengan senyum khasnya sambil melambaikan tangan dan bertuliskan: Enak jamanku to, le? ~cukup mengganggu pikiran saya. Saat bepergian ke luar kota pun bagian belakang truk menempelkan gambar tersebut. Bahkan beberapa tetangga saya menempelkan stiker itu di kaca jendela rumahnya. Tentu saja beredarnya stiker yang mengecoh masyarakat itu sebagai konsekuensi logis kegagalan pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Seingat saya ketika wacana kenaikan harga BBM tahun 2013 getol digalakkan pemerintah, diam-diam ada sekelompok orang yang mengambil momentum “menghidupkan” kembali Eyang Soeharto dari kuburnya. Mereka memberi alternatif menyesatkan dengan cara membandingkan era Orde Baru dengan Era Reformasi. Alternatif itu jelas menyesatkan dan mengecoh lantaran sangat terkesan semua presiden sebelum dan sesudah Soeharto tidak memberi kontrubusi apa pun bagi pembangunan negeri. Semua presiden Indonesia, kecuali Eyang Soeharto telah gagal memimpin sehingga akhirnya layak ditertawakan. Senyum Soeharto yang menggoda sampai ia dijuluki The Smiling General, menjadi salah satu modal menertawakan kegagalan pemimpin republik (terutama) setelah Soeharto tidak menjadi presiden lagi. 

Bila ditelisik ke belakang, memang banyak orang yang diuntungkan oleh kepemimpinan Soeharto. Banyak kelompok yang menikmati kekayaan Indonesia bagi kepentingan penguatan kartel Soeharto yang bertebaran di hampir seluruh pelosok Nusantara. Bahkan belum lama, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki T. Purnama alias Ahok mempublikasi kekayaan putra bungsu Soeharto, Hutama Mandala Putra alias Tommy Soeharto di Belitung. Saat itu boleh disebut era Soeharto ~yang naik ke pentas politik lantaran makar terhadap Bung Karno melalui Super Semar di Istana Bogor~ sepanjang 1966 – 1998. 

Akan tetapi jika ditelisik lebih cermat lagi, justru lebih banyak orang/ rakyat yang dirugikan oleh kepemimpinan Soerharto selama 32 tahun itu. Kerugian yang massif itu mengakibatkan ketidakpercayaan rakyat atas kepemimpinan Soeharto. Dan sebagaimana diketahui bersama, 20 Mei 1998 akhirnya Soeharto mundur dari kursi kekuasaannya.

Kemajuan Semu
 
Kembali ke stiker Enak jamanku to, le? sepertinya ada sekelompok masyarakat yang merindukan kembali kemajuan ekonomi semu, pembangunan semu, swasembada pangan semu, kamuflase harga kebutuhan pokok yang terjangkau rakyat, terkendalinya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dan sebagainya. Semuanya semu karena memang telah dirancang menjadi negeri seolah-olah. Seolah-olah berhasil memakmurkan rakyatnya. Seolah-olah menjadi negeri yang subur makmur tata tentram raharja. Seolah-olah menjadi Macan Asia yang ditakuti bangsa lain. Sejak dulu memang negeri di batas khatulistiwa ini layak dijuluki negeri seolah-olah. Bahkan ada pendapat mengatakan bahwa negeri ini merupakan Benua Atlantis yang tenggelam itu. 

Enak apanya di jaman Soeharto? Semua konsep Bung Karno dan founding father dinafikan mentah-mentah. Ide Soekarno untuk mengelola kekayaan alam oleh tangan bangsa sendiri seketika berubah sesaat setelah Soeharto menjadi presiden. Mahasiswa Indonesia yang tengah mengikuti kuliah energi dan perminyakan di Eropa Timur dan Uni Sovyet langsung disuruh pulang oleh Soeharto, lantas diadakanlah kontrak karya dengan asing yang berakibat terus hingga kini. Soeharto tergesa-gesa ingin menikmati uang minyak bumi Indonesia sehingga mendatangkan orang asing di bidang perminyakan sambil menyingkirkan puluhan pemuda cerdas yang telah (dan tengah) belajar perminyakan di Eropa Timur dan Uni Sovyet.
Lalu atas nama kekuasaan pula, Soeharto menempatkan kroni dan keluarganya pada bisnis strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak. Secara politik ia membangun kekuatan dengan Golongan Karya (Golkar) dan menjabat sebagai Ketua Dewan Penasihat. Secara politik pula ia menempatkan anak dan keluarga di parlemen Senayan. Dan masih banyak praktek busuk yang dilakukan Soeharto demi proteksi kekuasaannya. 

Jadi apa alasan sebagian masyarakat percaya dengan bunyi stiker yang mengecoh itu: Enak jamanku to, le? Sungguh tidak beralasan pula seandainya kemajuan semu yang telah diperlihatkan era Soeharto malah terpampang di kaos/ T-Shirt yang dikenakan anak-anak muda. Anak-anak muda yang merupakan keturunan orang yang telah dirugikan oleh Soehartonomic. Anak-anak muda itu mungkin ingin tampil beda dengan mengenakan kaos bertuliskan unik, atau mungkin ingin meledak kegagalan kepemimpinan SBY. Namun demikian seharusnya pula disadari bahwa tulisan dan makna yang terirat pada stiker itu sebenarnya mengecoh dan menyesatkan.
 
Di sisi lain bisa saja kemunculan stiker itu hanya merupakan joke politik, sebuah senda gurau di tengah kebebasan ekspresi politik Indonesia saat ini. Dan boleh jadi ia (pencetus ide pembuatan stiker mengecoh itu) tidak menyangka joke politik yang dimunculkannya berakibat fatal. Setidaknya fatal bagi pembangunan karakter bangsa. 

Bangsa Indonesia saat ini memerlukan kembali pembangunan karakter yang kuat, sepenting memahami makna nasionalisme. Dengan kata lain kemunculan stiker Enak jamanku to, le? justru merusak tatanan pembangunan karakter bangsa yang (boleh jadi) sedang dilakukan oleh penguasa saat ini maupun oleh eksponen partai politik dan kelompok lain yang sadar atas nation caracter building.

Maka membaca stiker yang sangat mengecoh dan memperburuk kondisi politik Indonesia itu sebaiknya kita tidak spontan membenarkan setiap apa pun yang muncul sebagai reaksi atas kegaglan Era Reformasi. Terlebih menjelang pemilihan umum anggota legislatif 2014 dan pemilihan presiden 2014 mendatang, suhu politik memang cenderung memanas. Segala bentuk dekonstruksi akan muncul, mungkin tanpa kendali karena orang sibuk dengan dirinya sendiri. Sibuk untuk menjadi anggota parlemen, sibuk ingin menjadi kaya raya dengan berbagai cara dan salah satu cara itu ialah mencatatkan namanya sebagai calon anggota legislatif (caleg). Sibuk menebarkan citra di tengah masyarakat namun abai terhadap fenomena politik yang berlangsung pada saat yang sama.

Enak jamanku to, le? Enak apanya Eyang Soeharto? Memang enak tidak menjadi diri sendiri di negeri sendiri?***

Selasa, 11 Juni 2013

Suprijadi Pahlawan Peta



Oleh Dadang Kusnandar

Penulis lepas, tinggal di Cirebon

PEMBAHASAN sejarah senantiasa multitafsir. Termasuk ketika membicarakan ketokohan seseorang dalam sejarah, beragam tafsir meruyak. Menyangkut ketokohan tersebut yang sangat mungkin dinobatkan sebagai pahlawan ~karena terbukti perannya dalam peperangan nasional~ tidak sedikit dari pahlawan itu yang tidak ingin menampilkan jati dirinya. Sangat  mungkin ada banyak pelaku sejarah yang tak sempat terdokumentasi dengan jelas. Ada pula yang dengan sengaja menyembunyikan identitas dirinya untuk tujuan - tujuan yang lebih penting daripada sebuah ketenaran atau publisitas, demi kelangsungan hidup keturunannya. Bagi mereka memperjuangkan kemerdekaan jauh lebih penting dan bersahaja daripada menerima berbagai fasilitas negara, baik untuk dirinya maupun anak keturunannya. Kepada pahlawan misterius yang telah merelakan dirinya (dalam kata-kata Bung Karno: dibakar oleh api revolusi) hilang di tengah perjuangan bangsa, tulisan pendek ini disajikan.

Kesejatian pahlawan misterius itulah yang seharusnya menjadi teladan anak bangsa saat ini. Ketika nasionalisme memudar, dan ketika eksistensi personal menjadi ciri peradaban kiwari, kesejatian menjadi sangat langka. Berperang melawan musuh tidak untuk dicatat sejarah, bersedekah tanpa riya (berharap pujian), iklas membantu tanpa pretensi, berorganisasi tanpa berharap perolehan pemenuhan finansial dan keuangan, melaksanakan hubungan kemanusiaan dengan niat memanusiakan manusia, atau berinteraksi sosial tanpa maksud memungut kelebihan uang rakyat (APBD/ APBN).  Beberapa hal tadi kian menjauh dan sangat kontras apabila membaca kisah Suprijadi, yang tercatat dalam sejarah Pemberontakan Tanah Air (PETA) di Blitar, pada bulan Februari 1945.

Siapakah sosok Suprijadi itu? Dari Wikipedia diperoleh data: Fransiskus Xaverius Suprijadi (lahir di Trenggalek, Jawa Timur, 13 April 1923 – meninggal tahun 2000 adalah pahlawan nasional Indonesia, pemimpin pemberontakan pasukan Pembela Tanah Air (PETA) terhadap pasukan pendudukan Jepang di Blitar pada Februari 1945. Ia ditunjuk sebagai Menteri Keamanan Rakyat pada kabinet pertama Indonesia, Kabinet Presidensial, tapi digantikan oleh Jendral Sudirman pada 20 Oktober 1945 karena Suprijadi tidak pernah muncul. Selepas masa perjuangan kemerdekaan RI, beliau pernah mendampingi Presiden RI Soekarno sebagai pembantu (asisten) bersama dengan rekan seperjuangannya A.H Nasution pada waktu itu. Sekali berdinas di Departemen Pertanian di Jakarta menjabat Kepala Bagian Kepegawaian hingga memasuki usia pensiun.

Suprijadi mengikuti pendidikan peta dan sesudah itu diangkat menjadi Shodanco di Blitar. Ia sering bertugas mengawasi para romusha (kerja paksa di zaman Jepang) membuat benteng-benteng pertahanan dipantai selatan.Ia menyaksikan bagaimana sengsaranya para romusha. Makanan kurang dan kesehatan tidak terjamin. Banyak diantaranya yang meninggal dunia karena sakit, termasuk siksaan fisik.  Suprijadi tidak tahan melihat keadaan itu.Dengan beberapa orang temanya, ia merencanakan pemberontakan melawan tentara Jepang. Walaupun menyadari bahwa waktu itu Jepang sangat kuat, namun ia tetap berniat untuk melakukan perlawanan.

Pemberontakan dilancarkan dini hari tanggal 14 Februari 1945, di Daidan, Blitar, Jawa Timur. Jepang sangat terkejut mendengar perlawanan tersebut. Mereka mengerahkan kekuatan yang besar untuk menangkap anggota-anggota pasukan Peta Blitar. Selain itu,dilakukan pula siasat membujuk beberapa tokoh pemberontak. Karena kurang pengalaman dan kekuatan tidak seimbang pemberontakan itu ditindas Jepang.Tokoh-tokoh pemberontak yang tertangkap, diadili di mahkamah militer Jepang.Ada yang dihukum mati dan ada pula yang dipenjara. Suprijadi tidak ikut diadili, bahkan namanya tidak disebutkan dalam sidang pengadilan. Suprijadi dinyatakan hilang dan tidak pernah hadir dalam sidang pengadilan.  Supriyadi terus menjadi target teror agen-agen tentara sekutu (NICA) sehingga sering bersembunyi di kaki bukit di kota kelahirannya, Trenggalek, Jawa Timur.

Pada waktu itu, Supriyadi memimpin sebuah pasukan tentara bentukan Jepang yang beranggotakan orang orang Indonesia. Karena kesewenangan dan diskriminasi tentara Jepang terhadap tentara PETA dan rakyat Indonesia, Supriyadi gundah. Ia lantas memberontak bersama sejumlah rekannya sesama tentara PETA. Namun pemberontakannya tidak sukses. Pasukan pimpinan Supriyadi dikalahkan oleh pasukan bentukan Jepang lainnya, yang disebut Heiho.

Kabar yang berkembang kemudian, Supriyadi tewas. Tetapi, hingga kini tidak ditemukan mayat dan kuburannya. Oleh karena itu, meski telah dinobatkan sebagai pahlawan nasional oleh pemerintah, keberadaan Supriyadi tetap misterius hingga kini. Sejarah yang ditulis pada buku-buku pelajaran sekolah pun menyebut Suprijadi hilang.

Dari Wikipedia diperoleh seperti ini: Selepas masa perjuangan kemerdekaan RI, beliau pernah mendampingi Presiden RI Soekarno sebagai pembantu (asisten) bersama dengan rekan seperjuangannya A.H Nasution pada waktu itu. Sekali berdinas di Departemen Pertanian di Jakarta menjabat Kepala Bagian Kepegawaian hingga memasuki usia pension ~sangat kontradiktif dengan keterangan di buku pelajaran sekolah yang menyatakan Suprijadi hilang/ menghilang. Akan tetapi tulisan pendek ini tidak bermaksud mengungkap kebenaran sejarah. Biarlah itu menjadi konsumsi sejarawan yang pakar dan mengetahui detil peristiwa PETA Februari 1945. Tulisan ini dipersembahkan bagi pengukuhan kembali nasionalisme Indonesia. Bagi bangsa besar yang tetap bertahan sekalipun mengalami banyak kegagalan lantaran banyak pihak yang menghendaki kehancuran bangsa dan negeri ini.

Berpuluh tahun kemudian sosok  pelaku utama sejarah PETA ini terangkat dalam beberapa topik dan perdebatan yang tak kunjung selesai, ada saksi yang mengatakan mengetahui siapa sebenarnya manusia misterius ini, ada yang datang mengklaim sebagai  “Sang Misterius" ini dengan beberapa bukti, namun tetap saja sosok - sosok asli ini tidak benar-benar diketahui jati diri sebenarnya. Hanya klaim dari beberapa orang dengan sumber cerita menurut versi masing – masing.
Namun yang membikin sosok Supriyadi semakin misterius adalah banyaknya kemunculan orang-orang yang mengaku sebagai Supriyadi. Salah satu yang cukup kontroversial adalah sebuah acara pembahasan buku ‘Mencari Supriyadi, Kesaksian Pembantu Utama Bung Karno’, yang diadakan di Semarang tahun 2010 lalu. Dalam acara itu, seorang pria sepuh bernama Andaryoko Wisnu Prabu membuka jati diri dia sesungguhnya. Dia mengaku sebagai Supriyadi, dan kini berusia 89 tahun. Sampai sekarang pengakuan tersebut belum bisa dibuktikan kebenarannya, meski secara perawakan dan sejumlah saksi membenarkan klaim tersebut.
Kisah inspiratif seorang Suprijadi adalah kerelaan beliau untuk tidak tampil mengambil jabatan Menteri Kemanan Rakyat pada kabinet pertama. Jabatan yang bisa mengantarkannya mencapai puncak karier militer Angkatan Darat. Berbagai asumsi yang berkembang saat itu ~menyoal ketidakmunculan Suprijadi~ boleh jadi berangkat dari status sang pahlawan kelahiran Trenggalek itu sebagai target operasi intelejen pasukan Jepang. Memilih bersembunyi di kaki bukit, mungkin menjadi petani dan berumah tangga sebagaimana masyarakat sekitarnya ~menuangkan pesan moral betapa tidak semata-mata jabatan yang dikejar sebagai hubungan sebab akibat sebuah perbuatan. Sebaliknya ia mengajarkan pentingnya berjuang melawan kesewenang-wenangan para penindas rakyat.

Dengan kata lain seluruh tindakan dan perbuatan kita sebaiknyalah dialokasikan, meminjam ujaran Pramudya Ananta Toer:  Dan alangkah indah kehidupan tanpa merangkak-rangkak di hadapan orang lain.***

Selasa, 05 Maret 2013

Jepara, Seni Ukir dan Patung



Oleh Dadang Kusnandar

Penulis lepas, Anggota KMKK, tinggal di Cirebon

MENGIKUTI perhelatan kecil pengrajin ukir kayu di Jepara Jawa Tengah minggu lalu, tergambar beberapa hal menyoal industri kerajinan rakyat. Seni ukir kayu Jepara kabarnya telah ada dan diwariskan nenek moyang sejak jaman kerajaan Kalingga. Ingat Kalingga, ingat Ratu Shima dan keadilan masa kepemimpinannya. Ketika mobil yang dikemudikan Wahyu Rohaedi, Manajer Koperasi Mebel Kayu Kaliwulu (KMKK) berhenti di Hotel Kalingga Star di Jalan dr. Sutomo, bayangan saya melintas ke masa lalu. Masa ketika  keadilan Ratu Shima di Kerajaan Kalingga menandakan bahwa sang ratu menegakkan keadilan kepada siapa saja. Terbayang ratu hebat itu menerapkan hukum kepada anaknya sendiri.


Perhelatan kepada pengrajin ukir kayu berawal dari kurangnya keahlian mengukir para pengrajin mebel kayu Desa Kaliwulu. Umumnya pengrajin Kaliwulu hanya mampu mengerjakan pesanan mebel minimalis, alias tanpa motif  ukiran. Bila ada order yang minta diterakan ukiran maka pengusaha mebel mendatangkan ahli ukir dari Jepara. Konon sang ahli ukir kini menetap dengan keluarganya di Kaliwulu, saking seringnya ia memperoleh pesanan mengukir. Namanya Mang Mad, entah siapa nama lengkapnya, karena di KMKK ia biasa dipanggil begitu.

Agak sulit memang menyusur jejak sejarah  seni ukir warisan Kerajaan Hindu Kalingga (menurut wikipedia kerajaan itu terletak di Jepara) mengingat ketiadaan situs kerajaan yang mencapai puncak kejayaannya pada tahun 450 Masehi. Tetapi yang lebih penting ialah keadilan yang diterapkan Ratu Shima terhadap rakyatnya. Keadilan yang langka pada masa kini, termasuk masa berikutnya ketika seni ukir dan seni patung berhasil menghidupi masyarakat Jepara. Ia menjadi langka lantaran menurut pengrajin mebel yang saya temui, hingga lebih 20 tahun menggulati seni ukir kayu belum pernah memperoleh bantuan keuangan dari pemerintah daerah setempat. Usut punya usut, konon ia hanya sekali memperoleh bantuan pinjaman sebesar Rp 5 juta dari Asmindo, itu pun atas kedekatan personal dengan Slamet (pegiat Asmindo). 


Berbincang dengan Wahyu Rohaedi tentang seni ukir, ia menjawab KMKK fokus kepada kerajinan kayu dalam bentuk mebel (dan furniture) tanpa ukiran. Tangan lembut Mang Mad itulah yang menerakan ragam ukir Jepara pada karya mebelnya. Tergelitik pesan pendek sahabat saya, Daryanto, yang bekerja di Tangerang: Jepara kota bumi kartini, sejarah seni kriya ukir. SMS itu menggerakkan untuk sedikit tahu apa dan bagaimana seni kriya ukir (dan seni patung) Jepara.


Demikianlah manakala 10 peserta magang kerajinan seni ukir Jepara bersama Kepala Dinas Koperasi & UKM Kabupaten Cirebon berikut stafnya membawa kami ke Desa Mulyoharjo, lokasi pengrajin patung ~ada kekaguman melihat langsung aktivitas masyarakat desa itu. Ibu-ibu berkebaya, lelaki tak berbaju, bapak dengan kepulan asap rokok; tampak asik memahat motif dua ekor burung elang dalam posisi sedang memindahkan pakan melalui paruhnya. Bukan itu saja. Motif kuda berbagai pose (termasuk dengan buah zakar dan penisnya) menjadi lokasi narsis beberapa teman. Juga ada patung berbentuk tubuh Sam Poo Kong, singa, dan ikon Jepara yang masyhur itu: Macan Kurung.  Bentuk ikon Jepara tersebut ialah seekor macan diikat rantai ke terali kurungan, di sisi luar kurungan ada 4 (empat) ular Cobra dengan mulut menganga, dan di atas kurungan tampak seekor elang baru hinggap lalu menjejakkan kakinya di sebuah batu. Motif ini banyak ditemui di kampung pengrajin patung, Desa Mulyoharjo. Sedangkan yang dibuat dari semen dan adukan dijadikan batas Kabupaten Jepara dengan Kudus.


Jenis patung lain adalah gajah, ikan dalam berbagai pose, kepiting, kura-kura, dan sebagainya. Yang menarik seni ukir dekoratif pun tidak tertinggal. Ada kaligrafi bahasa Arab, juga ada kisah beberapa orang-orang berjanggut dan berambut gondrong tengah berdiskusi masa lampau dengan busana jubah. Kemampuan mengukir yang diwariskan ini (turun temurun) terus dipertahankan warga, baik sebagai penopang biaya hidup maupun keasikan seni kriya kayu, maka dengan mudah diterapkan pada seni mebel minimalis. Mebel minimalis artinya yang relatif sedikit menggunakan motif ukir sebagaimana produk mebel kayu Kaliwulu, misalnya meja kursi, lemari, buffet dan sebagainya.

Harga jual produk patung ukir Jepara bervariasi antara Rp 50 ribu – Rp 12 juta. Sementara ongkos kerja menggunakan dua model, yakni borongan dan harian. Produk ukir Jepara telah melanglang ke manca Negara, misalnya AS, India, Malaysia, Singapura, Arab, Jerman, Australia, Jepang, dan Korea. Pemesanan dalam negeri pun tak kalah ramai. Hanya saja saat ini menurut pengakuan pengrajin, pesanan sedang sepi, hal ini tampak pada banyaknya barang (produk ukir) yang menumpuk. Kayu didapat dari Klaten, Demak, Cilacap. Saat ini transaksi jual beli dalam keadaan sepi terlihat dari banyaknya barang hasil produksi yang menumpuk. 

Kartini, Nimas Kalinyamat

Menatap Jepara dari dekat sebanding dengan menatap jejak ibunda Kartini. Saat beliau resah dan menyendiri di pantai lantas menulis kegelisahannya tentang nasib kaum perempuan pada masa itu, lalu menulis sepucuk surat kepada sahabat perempuannya di Belanda yang bernama Stella, Pemda Kabupaten Jepara menamainya sebagai Pantai Kartini. Pantai Kartini merupakan lokasi wisata yang cukup menyenangkan bagi liburan atau acara santai keluarga. Patung besar berbentuk kura-kura dengan bagian perutnya difungsikan menjadi gedung yang memajang biota laut ~cukup asik untuk wisata ekologi. 


Saya belum paham tentang sebuah ruang bernama Peringgitan di Pendopo Kabupaten Jepara. Asumsi saya sederhana sekali, apakah saat itu ibunda Kartini menjual produk tertentu (sebagaimana Ibu Inggit Garnasih menjual Bedak Ningrum) lalu orang/ pembeli mengeluarkan uang ringgit. Namun menurut sebuah keterangan, bangunan Pendopo Kabupaten Jepara ini dibangun kurang lebih pada tahun 1750, yaitu pada era pemerintahan Adipati Citro Sumo III, beliau merupakan pimpinan pemerintahan yang ke 23 selama kurun waktu 22 tahun (1730-1760), sedangkan ayah RA Kartini merupakan bupati ke 31 selama kurun waktu 24 tahun (1881-1905). Di pendopo ini terdapat Ruang Peringgitan. Ruang ini dulu untuk menerima/menjamu tamu terbatas, sampai saat inipun tempat ini masih dipergunakan untuk dahar prasmanan dan menerima tamu.


Yang tak kalah penting adalah majalah dinding dengan Koran harian Suara Merdeka yang terletak di belakang Mesjid Raya Repara seberang alun-alun, ini merupakan wujud nyata ketersediaan fasilitas umum yang mencerdaskan dan layak ditiru. Berjalan kaki mencari angin segar dan sekadar handy craft Jepara, Anda tidak akan menjumpai pengemis dan pengamen, begitu pula trotoar yang benar-benar berfungsi bagi pejalan kaki lantaran di sana tidak berdiri tenda-tenda Pedagang Kaki Lima (PKL). Namun kelemahan Kabupaten Jepara ialah ketiadaan angkutan kota. Entah apa alasannya, yang pasti saya melihat siswa SD berjalan kaki tengah hari sepulang sekolah, ketika  suhu udara diperkirakan di atas 30 derajat Celcius.


Ukiran Jepara dengan demikian menyimpan cerita, tentang masa lalu yang gemilang ketika hadir tokoh penting berjuluk Nimas Kalinyamat yang bernama asli Ratu Retno Kencono dan memperoleh nama penghormatan dari Portugis yakni Rainha de Jepara “Senora de Rica” artinya Raja Jepara seorang wanita yang sangat berkuasa dan kaya raya. Itu sebabnya di pantai utara Jepara terdapat benteng Portugis, dan Nimas Kalinyamat kerap berperang melawan Portugis termasuk membantu Patih Unus dari Kerajaan Demak pada Oktober 1574. Sang Ratu Kalinyamat mengirimkan armada militernya yang lebih besar di Malaka. Ekspedisi militer kedua ini melibatkan 300 buah kapal diantaranya 80 buah kapal jung besar berawak 15.000 orang prajurit pilihan. Pengiriman armada militer kedua ini di pimpin oleh panglima terpenting dalam kerajaan yang disebut orang Portugis sebagai Quilimo.

Seni kriya kayu ukir Jepara yang membanggakan ini menanti kesungguhan pemerintah agar tidak sekadar bertahan, akan tetapi kembali dapat meraih masa kejayaannya.***

Sabtu, 02 Maret 2013

Pelabuhan Cirebon Tak Sunyi Lagi



Oleh Dadang Kusnandar

PELABUHAN laut sejak ratusan tahun lampau menjadi pintu masuk utama produk fisik dan nonfisik. Sebaran ideologi dan agama, maupun ekonomi ditempuh melalui laut. Dan pelabuhan akhirnya menjadi sandaran serta persinggahan untuk seterusnya berlangsung transaksi. Di tempat sunyi pendaratan kapal di pelabuhan/ pantai relatif semuanya menjadi sentrum perubahan. Ini bisa kita taut kembali kepada kisah temuan dunia baru yang dilakukan pelaut ulung Portugis dan Spanyol yang sukses mendarat di Afrika, Asia, Australia dan Amerika. Nama-nama mereka pun diterakan di tanah pendaratan itu. Misalnya Americo Vespuci yang kabarnya "menemukan" benua Amerika. 

Sebelum Zeplin sukses menemukan teori balon gas lantas berlanjut dengan temuan mesin pesawat terbang, kapal dan pelabuhan merupakan pintu masuk utama peradaban dan sejarah penaklukkan. Tak disangkal memang temuan tanah baru itu melanggengkan penghisapan kepada penduduk setempat. Dan pelabuhan menjadi demikian riuh oleh aktivitas, baik ekonomi maupun perlwanan/ peperangan/ penyerbuan, atau diplomasi antarnegara/ kerajaan. Cirebon sebagai satu-satunya kota di Jawa Barat yang memiliki pelabuhan hingga tahun 2013 ini masih belum menampakkan aktivitas yang berdampak secara langsung ke aktivitas ekonomi.

Dibanding 15 – 20 tahun lalu, pelabuhan Muara Jati Cirebon mengalami penurunan aktivitas ekonomi. Berkali dalam obrolan dengan sopir angkot saya menjumpai betapa ia lebih nyaman manakala menjadi sopir truk bongkar muat barang di pelabuhan Cirebon. Begitu pula saat berbincang dengan kuli bongkar muat di Jalan Pekalipan. Beberapa di antara mereka pernah menjalani profesi tersebut dan memperoleh berkah dari aktivitas ekonomi di pelabuhan. Belum termasuk pedagang makanan minuman dan sebagainya yang berinteraksi dan bertransaksi di pelabuhan yang pernah disinggahi armada besar Laksmana Cheng Ho. 

Akan tetapi aktivitas ekonomi di pelabuhan Cirebon bila diukur 5 (lima) tahun ke belakang  mengalami kemajuan cukup bagus. Beberapa komoditi tetap menggunakan jasa pelabuhan Cirebon. Sebut saja batu bara, minyak sawit (CPO), minyak goreng curah, pupuk, dan aspal. Meskipun bongkar muat kayu kini sunyi dan beralih ke pelabuhan Semarang, namun apabila cuaca bagus maka aktivitas bongkar muat batu bara menepis “idiom” pelabuhan sunyi. Berdasar penuturan Agus Purwanto, Ketua DPC  Indonesian Nation Shipowner Asociation (INSA) Cirebon, “Kondisi pelabuhan Cirebon sekarang bagus. Regulasi dan administrasi di pelabuhan berjalan kondusif dan sesuai aturan”.  

Fenomena menurunnya aktivitas ekonomi di pelabuhan Cirebon boleh jadi lantaran makin bertambahnya pelabuhan kargo di Jakarta. Dibangunnya pelabuhan Muara Karang, Marunda, Muara Angke, Kalibaru pada satu sisi semakin memperlemah aktivitas pelabuhan Cirebon. Akan tetapi dalam pandangan Agus Purwanto, “Justru hal ini menjadi peluang bagi kepala daerah Jawa Barat yang akan datang untuk melakukan kerjasama dengan Gubernur DKI Jaya. Misalnya melalui nota kesepakatan untuk membuka semua jalur kargo propinsi Jawa Barat melalui pelabuhan Cirebon. Kalau kesepakatan ini berlangsung dapat mengurangi kemacetan lalu lintas Jakarta, selain untuk menumbuhkan aktivitas ekonomi di pelabuhan Cirebon".

Yang tak kalah penting ialah pengerukan darmaga (alur laut) di pelabuhan Cirebon. Bila dilakukan pengerukan maka kapal dengan bobot lebih besar dapat keluar masuk sehingga menumbuhkan kegiatan ekonomi. Keluar masuknya kapal kargo dari dan ke pelabuhan Cirebon merupakan mata rantai penting bagi terselenggaranya kembali  aktivitas yang membawa efek bangkitnya kembali perekonomian masyarakat di pelabuhan Cirebon. Dengan demikian peluang masuknya investasi ke pelabuhan Cirebon pun semakin terbuka. 

Secara geografis, Pelabuhan Cirebon terletak di kota Cirebon, di pantai Utara Jawa Barat, kurang lebih 250 km dari arah Timur Jakarta. Posisi Geografis terletak pada koordinat: 06° 42’ 55,6″ Lintang Selatan; 108° 34’ 13,89″ Bujur Timur, dapat dicapai dengan mudah melalui jalan darat, baik dari arah Jakarta, Propinsi Jawa Tengah maupun dari kota Bandung. Kemudahan ini mendukung kelancaran distribusi barang dari dan ke Pelabuhan Cirebon. Pelabuhan Cirebon didukung oleh kedalaman kolam -7 m LWS. Sedangkan kapal yang memiliki draft diatas 7 meter dapat dilayani di daerah lego jangkar kurang lebih 5 – 10 km lepas pantai.

Menjadi pertanyaan jikalau potensi pantai Cirebon sepanjang 53 km hanya digunakan untuk memancing ikan dengan menggunakan kail, jala, dan anco saja. Atau wisata kecil di Tempat Pengelolaan Ikan (TPI) Kejawanan. Sementara potensi lain yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah cukup besar serta dapat membantu mengurangi pengangguran, belum tergarap secara optimal. Puluhan gudang yang kian tidak terawat dan cenderung ditinggalkan, tidak terlihatnya tumpukan container dan proses bongkar muat dengan alat berat seperti Fork Lift, Vessel Lift, Lifting Gantry Crane (GLC) dan lain-lain. Dok dan galangan kapal yang sepi kegiatan reparasi kapal seusai  melaut atau hendak melaut, ketiadaan kapal angkut penumpang ~semoga segera berakhir di Pelabuhan Muara Jati Cirebon. Pelabuhan yang sejak tahun 1983 berada di bawah pengelolaan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II yang berkantor pusat di Jakarta.

Potensi pelabuhan Cirebon yang terabaikan ini merupakan pekerjaan bersama supaya ingatan kita tentang pelabuhan tidak semata berhenti pada menyaksikan sunrise (matahari terbit) bakda kuliah Shubuh di masjid An-Nur pada bulan Ramadhan puluhan tahun lalu.



Perbandingan

Seorang wisatawan menuliskan kesannya setalah mengunjungi Pelabuhan Hamburg Jerman. Katanya, “Daerah pelabuhan di banyak kota-kota sering adalah tempat kotor dan berbahaya, tapi di Hamburg berbeda. Port´s wisata catwalk dan lingkungan "Hafencity" adalah sangat menarik tempat untuk mengetahui dan harus dikunjungi. Namun, naik perahu tidak begitu menarik, jadi meski pun itu membuang-buang waktu, saya lebih suka berjalan-jalan tanpa tujuan untuk Hafencity dan menemukan sebuah kafe untuk duduk dan rileks antara saluran mereka.”

Waterfront Development adalah konsep pengembangan daerah tepian air baik itu tepi pantai, sungai ataupun danau. Pengertian “waterfront” dalam Bahasa Indonesia secara harafiah adalah daerah tepi laut, bagian kota yang berbatasan dengan air, daerah pelabuhan (Echols, 2003). Waterfront Development juga dapat diartikan suatu proses dari hasil pembangunan yang memiliki kontak visual dan fisik dengan air dan bagian dari upaya pengembangan wilayah perkotaan yang secara fisik alamnya berada dekat dengan air dimana bentuk pengembangan pembangunan wajah kota yang terjadi berorientasi  ke arah perairan. Menurut direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dalam Pedoman Kota Pesisir (2006) mengemukakan bahwa Kota Pesisir atau waterfront city merupakan suatu kawasan yang terletak berbatasan dengan air dan menghadap ke laut, sungai, danau dan sejenisnya. Kota San Antonio di Texas berhasil mengembangkan waterfront city modern yang dapat mempertahankan bangunan bersejarah dan dapat menonjolkan nuansa kesenian dan budaya setempat. Kawasan Waterfront city di pusat kota ini yang dapat meningkatkan kondisi perekonomian di Texas.

Beberapa kota di Indonesia yang sudah menerapkan konsep pembangunan waterfront city, yaitu: Jakarta, Manado, Makassar, Banjarmasin, Surabaya, dan Palembang. Kota-kota itu mengembangkan kawasan bisnis, kawasan hunian, kawasan wisata. Kawasan Ancol Mansion di Jakarta, area pesisir pantai Boulevard Manado, penataan Pantai Losari di Makassar, Pasar Terapung di Sungai Barito Banjarmasin, Lamong Bay Port (Teluk Lamong) di Surabaya, pengembangan wisata dan transportasi air di Sungai Musi Palembang ~merupakan contoh penerapan konsep pembangunan kota pelabuhan. 

Apabila digarap secara serius tentu saja Pelabuhan Muara Jati Cirebon bisa dikembangkan untuk menciptakan fungsi, skala perubahan suasana yang dinamis melalui penataan kawasan komersial, industri, residensial dan rekreasi. Jika Singapore Port Authority atau Tanjung Lepas di Malaysia sukses mengail keuntungan ekonomi dan sebagainya, mengapa pelabuhan Cirebon belum mampu bangkit kembali sebagaimana 20 tahun yang lalu? ***