Selasa, 05 Juli 2011

Tidak Ada NII Sejak 7 Juni 1962

DIALOG INTERAKTIF
MAJELIS TARJIH DAN TAJDID
PDM KOTA CIREBON

“MENYIKAPI EKSISTENSI NEGARA ISLAM INDONESIA DI KOTA CIREBON”
PEMBICARA :
KH . M. SHOLEHUDIN (PELAKU SEJARAH)
AKBP A. EDI SUHERI, SIK(KAPOLRESTA CIREBON)
LETKOL. ARH. EDDY WIDIYANTO, SIP (DANDIM 0614)
MODERATOR : SUNARDI, SAg
PENCATAT : DADANG KUSNANDAR
LOKASI DISKUSI :
AKBID MUHAMMADIYAH CIREBON, MINGGU 3 JULI 2011

Acara diawali pembacaan ayat suci Qur`an oleh Ustadz Buldan.
Sambutan Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PDM Kota Cirebon, Azis Fachrudin.
Ini merupakan kegiatan pertama kepengurusan Majelis Tarjih periode 2011 – 2016 dengan tema NII, kegiatan ini penting untuk meredam anak-anak kita agar tidak terseret ke dalam aktivitas yang kontraproduktif. Padahal sejak 1963 NII sudah kembali ke NKRI.

Sambutan Ketua PDM Drs. H. Kosasih Natawijaya
Ketua PDM menyampaikan sikap kenegarawanan dan sikap kebangsaan Muhammadiyah secara tertulis dan dibagikan kepada hadirin agar tidak keliru mengangkat tema yang sensitif ini.

Staf Ahli Walikota Cirebon, Ir. Budi menyampaikan sambutan singkat mewakili Walikota Cirebon.

DIALOG INTERAKTIF

KH. M. Sholehudin mantan laskar NII dibawah pimpinan SM Kartosuwiryo.

Ki Soleh lahir di Losari Lor yang kini bernama Desa Mulyasari 7 Desember 1931, orang tuanya sangat anti Belanda, menjadi santri di Pemalang dalam asuhan Kiai Makmuri pra kemerdekaan dan menjadi anggota Hizbullah. Setelah merdeka, dan Belanda melakukan Agresi Militer I. Hizbullah (Badan Keamanan Rakyat) bersatu dengan TNI melawan Belanda. Hijrah ke Yogya membawa bendera putih sebagai tanda menyerah. Menurut Bung Tomo, SM Kartosuwiryo memperoleh restu Jendral Sudirman untuk mengamankan Jawa Barat. Buku putih tulisan Bung Tomo (seorang tokoh penting Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya) menyebabkan beliau ditahan pemerintahan Soeharto tahun 1977.

Haidar menulis buku Pemikiran Proklamator Negara Islam Indonesia berdasar skripsi S1 nya di UI. Di Jawa Barat pada saat itu juga terjadi pembantaian 40 ribu orang oleh Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) di bawah pimpinan Westerling yang lantas lari ke Sulawesi Selatan. Juga ada pemberontakan BSA (Barisan Sakit Ati) dari pasukan tentara. Agus Abdullah dari Cirebon berpangkat Brigjen sebagai Komandemen Panglima Wilayah Besar (KPWB) Jawa Madura dan berkedudukan di Madura.

Ki Soleh ditugaskan membawa surat kepada Jend. AH. Nasution, ketemu Kolonel Muhammad yang mengatakan semua pengamanan diserahkan kepada Kolonel Ibrahim Aji. Ibrahim menulis radiogram kepada Agus Abdullah. KPW semuanya berasal dari Cirebon, dan tidak ada Komandemen Wilayah IX (KW 9). Gunung Puyuh di Sukabumi, di Ciamis ada Ateng Jaelani. Strategi Ibrahim Aji berhasil dengan Operasi Pagar Betis sehingga pasukan NII dapat diturunkan dari persembunyiannya di gunung. Sejak 7 Juni 1962 NII sudah tidak ada, Kartosuwiryo dieksekusi. Secara eksplisit Ki Soleh mengatakan, “ NII yang ada sekarang tidak lain hanyalah maling, nyolong, dan perampok”.

Pelajari sejarah, bahkan Nabi Muhammad saw berperang karena didzalimi. Kartosuwiryo menuntut hak karena tidak ada pemerintahan syah pada 7 Agustus 1949 mendirikan NII, saat itu yang ada adalah Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) dibawah pimpinan Mr. Syafruddin Prawiranegara di Bukit Tinggi. PDRI pun dikenal dengan Pemerintah Repubik Indonesia Serikat.

Sardjono putra Kartosuwiryo kini tinggal di Pejaten Jakarta Selatan, ia sangat kecewa melihat NII sebagaimana diberitakan media cetak elektronik. Dalam perjalanan berikutnya, Ki Soleh pernah ditugaskan TNI mengawasi orang-orang PKI di Wilayah III Cirebon dan mendapat honor, ia kerjasama dengan Letnan Rosidi Kadugede Kuningan. Paska 1965, Ibrahim Aji diganti HR Dharsono.

Opsus yang dipimpin Kol. Ali Murtopo tahun 1971 memanggil mantan DI untuk masuk Golkar, yang menolak menjadi Komando Jihad (Komji). Maka Komji buatan Ali Murtopo itulah yang menggerakkan “NII” hingga kini. Pesantren Al Zaitun di Haurgeulis sesat karena menghalalkan segara cara untuk mencapai tujuan.

Drs. Sutisna, MH. MSi Kabag Perencanaan Polresta Cirebon mewakili Kapolresta.

Pasal 13 UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara, tugas pokok kepolisian: Kamtibmas, Penegakkan Hukum, Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Nilai-nilai Pancasila sudah tidak dipahami oleh siswa sekolah, pelajaran PMP sudah tidak ada lagi. GBHN, Tap MPR yang digunakan pemerintah Orba meredam tindakan korupsi di tingkat propinsi. Susunan Perundang-undangan: UUD 45, Tap MPR, Batang Tubuh, Aturan Main perundangan, Perundang-undangan. Hingga kini ada 166 perundang-undangan.

HAM sudah dikodifikasikan dalam Qur`at Al Kafirun, “lakum dinukum waliyadin”. Keadilan di Negara kita belum ada. Jangan sampai tertarik kepada ajaran sesat karena diiming-imingi uang dan janji. Sampai sekarang saya bertugas di Cirebon, saya tidak menemukan anggota NII. Kalau ada, laporkan saja ke Kodim atau Polresta karena itu membahayakan Negara. Siapa pun yang ingin mendirikan Negara di dalam Negara berarti makar.

Lukmansyah, Kasdim 0614 mewakili Dandim

Kegiatan makar di Indonesia: GAM yang dipimpin Abu Daud Beureuh dsb. Sesama anak bangsa jangan sampai terjadi perang. Negara adalah kewajiban seluruh bangsa, TNI hanya menjembatani melaksanakan pendidikan bela Negara di pesantren-pesantren Kabupaten Cirebon. Dalam waktu dekat Kodim akan melakukan hal yang sama pesantren Kota Cirebon. Keberadaan NII adalah makar dan sangat dilarang karena tidak disahkan oleh pemerintah.

Dialog dengan hadirin :

1. Ahmad Syubbanuddin Alwy, penyair dan budayawan
Buku berjudul NII, Jet Lee, Salafi di Indonesia karya Solehudin.
Negara tidak mengambil spirit kultur dalam format pembentukan negara, ini yang sering tidak dilakukan oleh para petinggi Negara. Hendropriyono pasti tahu di mana lokasi teroris tapi karena tidak jujur , maka sepertinya selalu ada terorisme di Indonesia. Polri dan TNI tidak segera bertindak menangani masalah korupsi, berbeda dengan jika menangani soal korupsi. Jadikan politik sebagai sub mainstream Negara. Jangan-jangan negara tidak sungguh-sungguh mendata persoalan dengan resistensi politik. Gerakan separatis muncul karena pemerintah gagal mengelola SDA kita.

2. Nurudin, mahasiswa
NII ada di Kota Cirebon, gerakannya tidak menamakan NII secara langsung. Banyak mahasiswa yang diba`iat oleh seseorang. Panji Gumilang sering mengundang mahasiswa diskusi NII di Al Zaitun.

3. Asmuni, Paska Sarjana IAIN Cirebon
Negara dalam negara adalah maker. Siapa pun yang menentang pemerintah syah namanya pemberontak. NKRI sudah final. Munculnya pemberontakan pertama dilakukan oleh Qobil anak Nabi Adam as.

4. Muhyidin, Anshor Kab. Cirebon
Banyak selebaran, spanduk di mesjid Cirebon yang isinya keras. Di mana polisi dan tentara? NKRI harga mati karena para pendiri bangsa mengejawantahkan Piagam Madinah. 49% siswa di Indonesia menyukai kekerasan dan tidak mengenal NU/ Muhammadiyah.

5. Anas, Pemuda Muhammadiyah Kab. Cirebon
Aparat tidak bertindak dengan adanya penyimpangan yang terus terjadi. 29 OKP yang ada di Cirebon yang sering mengatakan sebagai pembela NKRI ternyata sering bertindak tidak sesuai.

6. PC NU Kab. Cirebon
Dialog interaktif jangan hanya jadi wacana, terpenting aparat bertindak. Ketika ada gerakan makar maka segera ditindaklanjuti. Pemerintah harus mengetahui apa dan bagaimana NII setelah itu publikasikan kepada masyarakat.

Renungan

Sebulan sebelum dialog interaktif digelar, saya bersama tiga teman mendengar kisah di atas di rumah sederhana Ki Soleh di Desa Pegagan Kecamatan Palimanan Kabupaten Cirebon. Sekira tiga minggu pra dialog itu, saya mengirim pesan pendek kepada sejarawan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Isinya: Benarkah Kartosuwiryo memperoleh restu Jendral Sudirman untuk mendirikan NII? Dan benarkah Hijrah tentara dari Jawa Barat ke Yogyakarta menunggang kereta api pada 1949 mengibarkan bendera putih sebagai tanda RI menyerah kepada Belanda, sehingga Bung Karno dan Bung Hatta ditahan di Yogya? Lalu apakah inisiatif Syafruddin Prawiranegara mendirikan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukit Tinggi Sumatra Barat, merupakan bukti ketiadaan pemerintahan RI? Hal ini terbukti dengan tidak adanya selembar kertas resmi penunjukkan dari Bung Karno dan Bung Hatta kepada Syafruddin Prawiranegara. Dan jika sudah demikian, bagaimana keabsahan NII yang didirikan SM Kartosuwiryo di Gunung Tjupu Jawa Barat pada 7 Agustus 1949 lalu?

Sayang sekali pesan pendek yang terjebak menjadi pesan panjang itu tidak dijawab sampai sekarang. Agaknya perlu kajian mendalam membincangkan soal krusial ini. Ataukah memang Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia mempunyai versi sejarah sendiri demi pengukuhan eksistensinya? Wallahu `alam. Akan tetapi Ki Soleh dengan ingatan yang masih kuat di usianya yang mencapai 80 tahun itu, meneruskan kenangannya: Atas lobi internasional yang dimiliki NII, katanya, di PBB telah disediakan kursi bagi Negara Islam Indonesia (NII). Peranyaan yang mengemuka, “Kenapa Pengakuan Kedaulatan Belanda terhadap Republik Indonesia pada 27 Desember 1949 jusrtu kembali ke tangan Bung Karno dan Bung Hatta? Bukan kepada Presiden Pemerintah Darurat Republik Indonesia Mr. Syafruddin Prawiranegara?”. Saya jadi teringat pada majalah Islam yang terbit di Jakarta awal 1990 lalu ketika menulis laporan utama yang bertajuk “Presiden Yang Terlupakan: Syafruddin Prawiranegara”.

Bila penuturan Ki Soleh benar adanya, tidak dapat dibayangkan bagaimana sebenarnya penulisan dan kisah sejarah Indonesia diturunkan hingga sampai kepada kita sekarang? Seandainya kita sebagai bangsa ragu terhadap sejarah bangsanya, bagaimanakah lagi untuk anak keturunan kita kelak kemudian hari?

Dengan demikian, masih adakah faktor lupa dalam pembentukan bangsa? Lupa sebagai satu-satunya alas an masuk akal manakala sejarah ditulis berdasarkan ingatan semata. Fakta dan data yang sudah terkubur puluhan tahun, jelas menjadi kendala utama tidak diperolehnya objektivitas sejarah.

Satu hal yang menarik dari penuturan Ki Soleh tertuang pada judul tulisan ini. Bahwa NII sudah bubar sejak 7 Juni 1962. Dan NII sekarang hanyalah maling, nyolong dan rampok.***