Selasa, 11 September 2012

Catatan yang Tertinggal : Buton Sebagai Imajinasi

Dadang Kusnandar - BeningPost

11/09/2012 13:35:57 WIB


BERBINCANG dengan perempuan berkulit agak gelap berusia 48 tahun di RW 02 Lingkungan Dete Kecamatan Betoambari Kota Baubau, cukup terkaget juga. Berjarak hanya sekitar 400 kaki dari Baruga Sorowalio, di depan Mesjid Keraton, perempuan sederhana itu pandai bertutur tentang sejarah Buton. Kemiskinan yang mengurung masa kecilnya menjadikan Mardia merantau ke Kalimantan Timur dan Makassar. Sikap familiar pedagang rokok, mie instan, air mineral, gula, sabun mandi dan kebutuhan sehari-hari itu mampu berkomunikasi dengan bahasa lokal Bugis, Jawa, Buton, Kadatua (Muna), Wolio, Bajo, Melayu, dan Ambon. Padahal Mardia bersekolah hanya sampai kelas satu sekolah dasar. 
Dari penuturannya kisah Aru Palaka sama dengan yang dikisahkan penumpang Kapal Motor Dobonsolo pada perjalanan jalur Makasar – Baubau. Namun ia tetap hormat kepada adat Buton dan berpesan untuk menyusur sendiri kisah Aru Palaka ini kepada kerabat keraton Buton. Dia juga bertutur tentang Lawana Bunta, Panglima Kerajaan Buton dengan ukuran tinggi tubuh lebih kurang empat meter dengan lebar bertolak pinggang sama dengan pintu gerbang batu Baubau. Di bawah gerbang Lawana Bunta ada seribu tangga menuju Benteng Buton.

Perempuan hebat itu pun menuturkan legenda kuburan kuda hijau, Kubura Ajaraijo. Katanya dinamai kuda hijau karena bangsawan keraton Buton menunggang kuda dengan ornamen sentuhan pelana warna hijau atau mengenakan jubah berwarna hijau. Lokasi Kubura Ajaraijo terletak di kuburan raja-raja Buton sekitar logo nanas yang dibangun di tanah dan di belakangnya tegak berdiri benteng Buton bersama meriam dengan sentuhan taman dan area parkir kendaraan. 

Terbetik hasrat seandainya saya menyelenggarakan kegiatan dialog budaya Buton, Ibu Mardia layak didudukkan sebagai nara sumber folklore atau kisah rakyat. Perbincangan dengan Ibu Mardia juga disisipi dengan penamaan sungai di Kota Baubau. Misalnya Jembatan Beli (Jembel), Piri Muhammad, Uwe Batuwawu (air kapur), Uwe Kalawu. Konon penamaan sungai di Baubau disesuaikan dengan orang yang (dianggap) pertama kali menggunakan air sungai tersebut, entah untuk keperluan mandi atau menempuh tirakat.





YANG tak terlupakan dan terserak dari Festival Keraton Nusantara (FKN) VIII Buton tampak  pada antusiasme masyarakat Kota Baubau ketika upacara pembukaan, pentas kirab agung prajurit keraton, pentas kesenian berikut pagelaran busana keraton, pameran kuliner, pameran benda pusaka dan berbagai kegiatan yang menunjang FKN. Jumlah penonton, dalam kata-kata Muhammad Jaya (36) cukup berhasil menghibur masyarakat. FKN Buton, kata karyawan Bulog Kota Baubau Sulawesi Tenggara itu, memperlihatkan bahwa keraton masih memiliki kepedulian terhadap kesenian tradisi serta pembinaan kepada senimannya. 

Dalam kaitan ini keraton sebagai salah satu benteng pertahanan budaya seharusnya mencerminkan kepedulian itu. Bentuknya beragam. Bisa melalui pengelolaan kesenian berdasarkan hubungan mutualis keduanya (seniman – keraton), maupun melalui penampilan pentas seni tradisi yang berlangsung lewat akses (jejaring) keraton. 

Ramainya pengunjung di pentas kesenian, masyarakat Kota Baubau yang tumpah sepanjang rute kirab agung prajurit pada Minggu, 2 September yang baru lalu. Empat kilometer perjalanan menyusur jalan-jalan utama Kota Baubau disambut hangat dan meriah oleh warga. Ribuan warga itu memberi applaus dan terhibur oleh kirab agung prajurit keraton. Banyak di antaranya yang minta berfoto dengan prajurit keraton di tengah perjalanan, saat kirab berhenti sejenak untuk mengurangi jarak dengan kontingen FKN lainnya. Belum lagi warga yang menyerahkan air minum kemasan beralas baki/ nampan. Tak tertinggal, dokumentasi foto serta video, telepon seluluer, ipad sepanjang perjalanan.

Setidaknya, persiapan panitia lokal ,dalam hal ini Pemerintah Daerah Kota Baubau cukup berhasil menyukseskan perhelatan budaya keraton Nusantara ini yang untuk kali pertama diadakan di Buton. Persiapan tempat pelaksanaan kegiatan, fasilitas yang disediakan, perijinan dan sebagainya ~merupakan nilai tambah keberhasilan FKN ini. Walaupun tidak sepenuhnya terpenuhi sesuai keinginan kontingen, misalnya durasi waktu penampilan kesenian tradisi di panggung pertunjukkan yang disediakan panitia lokal di Kotamara, kehadiran grup band nasional yang belum tepat dan kurang mendukung nilai tradisi; secara keseluruhan pelaksanaan FKN boleh dikatakan menarik. Layak diacungi jempol.

Pameran benda pusaka keraton, busana raja, produk tenun, kuliner, foto-foto Nusantara masa lalu  (masa pemerintahan kerajaan) di Gelanggang Olah Raga Betoambari dipadati siswa Sekolah Dasar (SD) –Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Siswa-siswa itu bertanya dan mencatat penjelasan benda yang dipamerkan. GOR Betoambari yang dikenal dengan nama/ julukan stadion, untuk memudahkan arah transportasi umum manakala naik ojek motor atau bentor menjadi saksi betapa masyarakat Baubau mencintai kebudayaan sebagai bagian penting dalam kehidupan.

Tertaut hal itulah, masyarakat Baubau khususnya dan Buton umumnya sepakat FKN untuk terus diadakan. Minimal sebagai bentuk konkrit pengenalan budaya bangsa yang beragam ini kepada generasi muda.
Adin IN, dari Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Cirebon Jawa Barat mengatakan penampilan Band Five Minutes usai pentas tari tradisi tidak ada relevansinya dengan FKN Buton. Tetapi ia berkata, “Ternyata masyarakat lebih menyukai budaya pop dibanding seni  tradisi. Ini tampak dari jumlah penonton yang menyaksikan pentas band, bahkan penonton yang sudah beranjak pulang ternyata kembali memadati area panggung pertunjukkan di Kotamara”.  Keraton juga tidak maksimal memanfaatkan event budaya ini kecuali Yogya dan Solo. Ia juga kurang berhasil menarik wisatawan mancanegara. 





FKN Buton dengan demikian menyisakan berbagai kenangan dan berkah apabila muncul kedekatan dengan warga setempat. Relasi dan interaksi sosial ini menimbulkan kerinduan untuk dapat kembali menjejakkan kaki di bumi Baubau. Kota indah berbatas laut nan berbukit. Terusik juga ketika pada seminar nasional bertajuk Pusaka Kota Raja Sebagai Pusat Budaya Kreatif di aula balaikota Baubau Sabtu 1 September 2012. Pada acara itu muncul kalimat indah, “Buton adalah imajinasi manusia”. Ruang imajinasi yang membuka ruang publik untuk terciptanya kemajuan dan kesejahteraan warga.

Melihat Buton dari dekat, berbagi pengalaman tentang kota kreatif pun tersibak sesaat setelah menjejakkan kaki di kota indah dengan potensi alam yang aduhai dan bernama Baubau. Kabarnya pula kota ini menyimpan kekayaan nikel yang mampu mengembangkan potensi kehidupan masyarakatnya. Kabar lain tersebar sangat kencang, kota indah ini akan menggelar pemilihan langsung  Walikota Baubau dan pemilihan langsung Gubernur Sulawesi Tenggara pada tanggal yang sama, 4 November 2012. Kabar itulah yang menjelaskan kota indah berbukit dan berada di tepi laut ini, cukup kotor dengan sejumlah spanduk maupun baligo bakal calon kepala daerah. Akan tetapi harapan masih terkirim untuk Baubau: semoga mampu mencipta kembali ruang imajinasi dalam pengertian yang lebih maslahat bagi warganya.***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar