11/09/2012 13:35:57 WIB
BERBINCANG dengan perempuan berkulit
agak gelap berusia 48 tahun di RW 02 Lingkungan Dete
Kecamatan Betoambari Kota Baubau, cukup
terkaget juga. Berjarak hanya sekitar 400 kaki dari Baruga
Sorowalio, di depan Mesjid Keraton,
perempuan sederhana
itu pandai bertutur tentang sejarah Buton. Kemiskinan yang mengurung masa
kecilnya menjadikan Mardia merantau ke Kalimantan Timur dan Makassar. Sikap
familiar pedagang rokok, mie instan, air mineral, gula, sabun mandi dan
kebutuhan sehari-hari itu mampu berkomunikasi dengan bahasa lokal Bugis, Jawa,
Buton, Kadatua (Muna), Wolio, Bajo, Melayu, dan Ambon. Padahal Mardia
bersekolah hanya sampai kelas satu sekolah dasar.
Dari penuturannya kisah Aru Palaka sama dengan yang
dikisahkan penumpang Kapal Motor Dobonsolo pada perjalanan jalur Makasar –
Baubau. Namun ia tetap hormat kepada adat Buton dan berpesan untuk menyusur
sendiri kisah Aru Palaka ini kepada kerabat keraton Buton. Dia juga bertutur
tentang Lawana Bunta, Panglima
Kerajaan Buton dengan ukuran tinggi tubuh lebih kurang empat meter dengan lebar
bertolak pinggang sama dengan pintu gerbang batu Baubau. Di bawah gerbang
Lawana Bunta ada seribu tangga menuju Benteng Buton.
Perempuan hebat itu pun menuturkan legenda
kuburan kuda hijau, Kubura Ajaraijo.
Katanya dinamai kuda hijau karena bangsawan keraton Buton menunggang kuda
dengan ornamen sentuhan pelana warna hijau atau mengenakan jubah berwarna
hijau. Lokasi Kubura Ajaraijo terletak di kuburan raja-raja Buton sekitar logo
nanas yang dibangun di tanah dan di belakangnya tegak berdiri benteng Buton
bersama meriam dengan sentuhan taman dan area parkir kendaraan.
Terbetik hasrat seandainya saya
menyelenggarakan kegiatan dialog budaya Buton, Ibu Mardia layak didudukkan
sebagai nara sumber folklore atau kisah rakyat. Perbincangan dengan Ibu Mardia
juga disisipi dengan penamaan sungai di Kota Baubau. Misalnya Jembatan Beli
(Jembel), Piri Muhammad, Uwe Batuwawu (air kapur), Uwe Kalawu. Konon penamaan
sungai di Baubau disesuaikan dengan orang yang (dianggap) pertama kali
menggunakan air sungai tersebut, entah untuk keperluan mandi atau menempuh tirakat.
YANG tak terlupakan dan terserak dari Festival Keraton
Nusantara (FKN) VIII Buton tampak pada
antusiasme masyarakat Kota Baubau ketika upacara pembukaan, pentas kirab agung
prajurit keraton, pentas kesenian berikut pagelaran busana keraton, pameran
kuliner, pameran benda pusaka dan berbagai kegiatan yang menunjang FKN. Jumlah
penonton, dalam kata-kata Muhammad Jaya (36) cukup berhasil menghibur
masyarakat. FKN Buton, kata karyawan Bulog Kota Baubau Sulawesi Tenggara itu, memperlihatkan bahwa
keraton masih memiliki kepedulian terhadap kesenian tradisi serta pembinaan
kepada senimannya.
Dalam kaitan ini keraton sebagai salah satu
benteng pertahanan budaya seharusnya mencerminkan kepedulian itu. Bentuknya beragam. Bisa melalui
pengelolaan kesenian berdasarkan hubungan mutualis keduanya (seniman –
keraton), maupun melalui penampilan pentas seni tradisi yang berlangsung lewat
akses (jejaring) keraton.
Ramainya pengunjung di pentas kesenian,
masyarakat Kota Baubau yang tumpah sepanjang rute kirab agung prajurit pada
Minggu, 2 September yang baru lalu. Empat kilometer perjalanan menyusur
jalan-jalan utama Kota Baubau disambut hangat dan meriah oleh warga. Ribuan
warga itu memberi applaus dan
terhibur oleh kirab agung prajurit keraton. Banyak di antaranya yang minta
berfoto dengan prajurit keraton di tengah perjalanan, saat kirab berhenti
sejenak untuk mengurangi jarak dengan kontingen FKN lainnya. Belum lagi warga
yang menyerahkan air minum kemasan beralas baki/ nampan. Tak tertinggal,
dokumentasi foto serta video, telepon seluluer, ipad sepanjang perjalanan.
Setidaknya, persiapan panitia lokal ,dalam hal
ini Pemerintah Daerah Kota Baubau cukup berhasil menyukseskan perhelatan budaya
keraton Nusantara ini yang untuk kali pertama diadakan di Buton. Persiapan
tempat pelaksanaan kegiatan, fasilitas yang disediakan, perijinan dan
sebagainya ~merupakan nilai tambah keberhasilan FKN ini. Walaupun tidak
sepenuhnya terpenuhi sesuai keinginan kontingen, misalnya durasi waktu
penampilan kesenian tradisi di panggung pertunjukkan yang disediakan panitia
lokal di Kotamara, kehadiran grup band nasional yang belum tepat dan kurang
mendukung nilai tradisi; secara keseluruhan pelaksanaan FKN boleh dikatakan
menarik. Layak diacungi jempol.
Pameran benda pusaka keraton, busana raja,
produk tenun, kuliner, foto-foto Nusantara masa lalu (masa pemerintahan kerajaan) di Gelanggang
Olah Raga Betoambari dipadati siswa Sekolah Dasar (SD) –Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas (SLTA). Siswa-siswa itu bertanya dan mencatat penjelasan benda
yang dipamerkan. GOR Betoambari yang dikenal dengan nama/ julukan stadion,
untuk memudahkan arah transportasi umum manakala naik ojek motor atau bentor
menjadi saksi betapa masyarakat Baubau mencintai kebudayaan sebagai bagian
penting dalam kehidupan.
Tertaut hal itulah, masyarakat Baubau
khususnya dan Buton umumnya sepakat FKN untuk terus diadakan. Minimal sebagai
bentuk konkrit pengenalan budaya bangsa yang beragam ini kepada generasi muda.
Adin IN, dari Dinas Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif Kota Cirebon Jawa Barat mengatakan penampilan Band Five
Minutes usai pentas tari tradisi tidak ada relevansinya dengan FKN Buton. Tetapi ia berkata, “Ternyata masyarakat lebih
menyukai budaya pop dibanding seni
tradisi. Ini tampak dari jumlah penonton yang menyaksikan pentas band,
bahkan penonton yang sudah beranjak pulang ternyata kembali memadati area
panggung pertunjukkan di Kotamara”.
Keraton juga tidak maksimal memanfaatkan event budaya ini kecuali Yogya
dan Solo. Ia juga kurang berhasil menarik wisatawan mancanegara.
FKN Buton dengan demikian menyisakan berbagai
kenangan dan berkah apabila muncul kedekatan dengan warga setempat. Relasi dan
interaksi sosial ini menimbulkan kerinduan untuk dapat kembali menjejakkan kaki
di bumi Baubau. Kota indah berbatas laut nan berbukit. Terusik juga ketika pada
seminar nasional bertajuk Pusaka Kota Raja Sebagai Pusat Budaya Kreatif di aula
balaikota Baubau Sabtu 1 September 2012. Pada acara itu muncul kalimat indah,
“Buton adalah imajinasi manusia”. Ruang imajinasi yang membuka ruang publik
untuk terciptanya kemajuan dan kesejahteraan warga.
Melihat Buton dari dekat, berbagi pengalaman
tentang kota kreatif pun tersibak sesaat setelah menjejakkan kaki di kota indah
dengan potensi alam yang aduhai dan bernama Baubau. Kabarnya pula kota ini
menyimpan kekayaan nikel yang mampu mengembangkan potensi kehidupan masyarakatnya.
Kabar lain tersebar sangat
kencang, kota indah ini akan menggelar pemilihan langsung Walikota Baubau dan pemilihan langsung
Gubernur Sulawesi Tenggara pada tanggal yang sama, 4 November 2012. Kabar
itulah yang menjelaskan kota indah berbukit dan berada di tepi laut ini, cukup
kotor dengan sejumlah spanduk maupun baligo bakal calon kepala daerah. Akan
tetapi harapan masih terkirim untuk Baubau: semoga mampu mencipta kembali ruang imajinasi dalam
pengertian yang lebih maslahat bagi warganya.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar