Oleh Dadang Kusnandar*)
KETIKA berstatus siswa SMP, saya tidak begitu paham
Muhammadiyah. Yang ada di benak adalah teman-teman yang bersekolah di SMP
Muhammadiyah Jalan Bahagia Cirebon. Saat itu baju putih celana pendek hijau
menjadi ciri siswa Muhammadiyah. Selain itu, Mesjid Teja Suar yang mengundang
Buya Hamka pada kutbah Jum`at awal 1979. Masih terbayang di ingatan, lambaian
lemah tangan Buya Hamka menyapa jamaah mesjid bakda shalat Jum`at di tangga
luar mesjid. Juga ucapan beliau, “Assalamu
`alaikum warga Cirebon!”. Muhammadiyah yang saya ingat juga adalah balai
pengobatan di Grubugan Kelurahan Kasepuhan Kecamatan Lemahwungkuk. Pakde sempat membawa saya berobat ke sana, dan obat
yang diterima ketika itu tak lain obat sakti berupa tablet berwarna putih dan
kuning. Saya sebut obat sakti karena pasien lain pun (dengan keluhan dan rasa
sakit berbeda) menerima obat yang sama.
Waktu kemudian mempertemukan dengan aktivis Muhammadiyah
Kota Kabupaten Cirebon. Kutbah Jum`at Bapak Zainal Masduki di Mesjid An
Nur depan parkir Pasuketan atau Mesjid Teja Suar, merupakan pengenalan
kesekian saya tentang Muhammadiyah.
Bapak Rosyad Rais yang akhirnya bersama kawan-kawan lebih sering belajar
di mushala rumahnya. Bapak Zaidin Aksan dengan suara gelegarnya dengan
pembahasan favorit Tahayul Bid`ah Churafat Aqidah (TBCA). Meski ketika itu
sudah mengenal Bapak Kosasih Natawijaya sebagai seorang khatib Jum`at di Mesjid
An Nur, tapi saya tidak tahu jikalau ia bergiat di Muhammadiyah. Saya dengan
Miqdad Husein, juga banyak kawan lain di Mesjid An Nur menjadi penjaga gawang
dan pegiat aktivitas keagamaan saja.
Perjalanan pula membawa saya mengenal lebih dalam tentang
Muhammadiyah. Dua adik kandung saya lulusan Sekolah Menengah Farmasi (SMF) Muhammadiyah
angkatan ketiga dan SMA Muhammadiyah Tuparev yang sudah dikenal dengan istilah
Blok M. Otomatis saya membaca Muhammadiyah Cirebon. Melalui buku cetak adik
maupun pelajaran sejarah organisasi nasional paska Serikat Dagang Islam (SDI)
dan Boedi Oetomo (BO).
Tahun 2011 secara formal dikukuhkan menjadi Personalia
Pimpinan Majelis Pustaka, Informasi dan Litbang Pimpinan Daerah Muhammadiyah
Kota Cirebon Periode 2010-2015,
berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Cirebon Nomor: 12/KEP/III.0/D/2011
tertanggal 21 Rabiul Akhir 1432 H/ 26 Maret 2011 atas insiatif Sdr. Sunardi
Suwela. Lalu muncul ide menelorkan bulletin (yang sudah berulang kali dilakukan
Muhammadiyah Cirebon) dengan nama Buletin Sang Pencerah (BSP) yang terbit tiap hari
Jum`at.
TIDAK terasa kini Muhammadiyah berusia 100 tahun sejak
berdiri di Yogyakarta pada 1912. Seabad usia Muhammadiyah, seabad pula liku
perjalanan menghadang. Tapi sungguh organisasi ini akan tegak apabila komitmen
awal para penerus gerakan Muhammadiyah berangkat dari pesan Dahlan Untuk
Dahlan. Subjek yang juga bermakna sebagai Objek, dan sebaliknya. Dahlan
menasihati dirinya sendiri agar ia tidak binasa ditelan hiruk pikuk zaman.
Perjuangan dakwah yang telah dicontohkan Darwisy (nama kecil KH Ahmad Dahlan) memungkinkan
penerusnya melakukan inovasi organisasi. Organisasi yang sangat berpeluang
berkembang menjadi lebih baik dan maju apabila disertai kesungguhan menegakkan
komitmen awal.
Cut Zurnali dalam bukunya "Learning Organization, Competency,
Organizational Commitment, dan Customer Orientation : Knowledge Worker -
Kerangka Riset Manajemen Sumberdaya Manusia di Masa Depan " (2010)
menyatakan bahwa perhatian umum dan tujuan kunci dari unit organisasi SDM
adalah untuk mencari pengukuran yang dapat mengestimasikan secara akurat
komitmen para pekerjanya dan mengembangkan program-program dan
kegiatan-kegiatan yang meningkatkan komitmen pada organisasi. Lebih lanjut
dikemukakan bahwa kajian penelitian yang luas dalam ilmu psikologi dan
manajemen adalah tentang konsep dan peranan komitmen organisasional (organizational commitment). Konstruk
ini dikaitkan pada pentingnya kinerja yang dihasilkan dan perputarannya (Hom
and Griffeth, 1995). Ketika konstruk komitmen organisasional banyak
diperhatikan dalam literatur psikologi dan manajemen, maka hal ini juga menjadi
penting dalam bidang yang menyangkut teknologi dan pengembangannya, sehingga
pihak manajemen di bidang ini mulai memfokuskan perhatiannya pada konstruk
komitmen organisasional ini.
Sekali lagi komitmen organisasi
sangat penting untuk mengembalikan Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah dengan
konsep fastabikul khairat, berlomba
dalam kebaikan. Komitmen awal untuk melakukan pencerahan kepada masyarakat pada awal ke 20. Tak pelak dengan
mengemban komitmen awal di atas, organisasi besar dengan jama`ah berjumlah
jutaan ini mampu kembali mencerahkan spiritualitas bangsa. Sebaliknya apabila
komitmen awal itu diam-diam dikhianati aktivisnya, sungguh jangan harap akan
memacarkan cahaya mentari, dan jangan berharap mencerahkan warga bangsa.
Pembaca budiman, kita belum pernah mengalami kepahitan
sebagaimana diterima Dahlan ketika membangun organisasi Muhammadiyah. Kita pun
belum pernah diasingkan masyarakat hanya karena perbedaan persepsi keagamaan,
sebagaimana Dahlan dituduh dengan julukan Kiai
Palsu. Bisa jadi karena kita bukan kiai maka tidak seorang pun menuduh kita
sebagai kiai palsu. Bisa jadi pula dakwah bil lisan yang kita lakukan selama
ini ternyata belum sepenuhnya terbebas dari keinginan duniawi. Belum terbebas
dari perolehan sesuatu yang memungkinkan timbulnya fitnah. Yang pasti dakwah
melalui lisan dan tulisan kerap abai terhadap pesan Dahlan ketika ia membangun
organisasi dakwah ini dengan sejuta keperihannya.
Seratus tahun alias satu abad tak pelak merupakan proses
renungan perjalanan panjang organisasi yang kini dihuni jutaan masyarakat
muslim Indonesia. Potensi besar ini mau tidak mau harus dikelola dengan
managemen yang profesional oleh tangan-tangan tulus, tangan tanpa pretensi
duniawi. Jika tidak akan berlangsung sebuah suasana buram yakni ketika
organisasi yang sudah berusia 100 tahun ini kalah dalam berbagai hal. Kekalahan
yang diam-diam terjadi karena ulah kita sendiri. Dengan kata lain jikalau tidak
ingin kalah, segeralah berbenah dan berkaca kembali kepada perjuangan Dahlan
tatkala membangun organisasi ini di tengah masa kolonial Belanda yang menghendaki
hegemoni dalam kebudayaan. Termasuk hegemoni agama.
Tentu saja kita tidak ingin kalah, tidak hendak menjadi
kekuatan semu yang berbasis seolah-olah. Aktivis Muhammadiyah, siapa pun dia
dan apa pun statusnya dalam organisasi ~semua menginginkan adanya kejayaan
organisasi. Sehingga dakwah yang dilakukan (lisan dan tulisan), atau melalui
lembaga pendidikan dan kesehatan, memberi manfaat bagi khalayak. Bagi umat
Islam. Bagi Indonesia.
Teringat sebuah rumor seorang kawan: Di mana saja dan
organisasi apa saja ketika masih kecil, ia memegang komitmen yang hebat, tetapi
setelah besar komitmen itu mulai terkikis oleh bayang-bayang sendiri. Berharap
semoga rumor itu tidak menimpa Muhammadiyah yang kini memasuki usia 100 tahun,
Dahlan mengingatkan melalui pesan untuk dirinya sendiri: renungkanlah yang terdekat kepadamu.***
*)Penulis adalah Personalia
Pimpinan Majelis Pustaka, Informasi dan Litbang Pimpinan Daerah Muhammadiyah
Kota Cirebon Periode 2010-2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar