Senin, 06 Juli 2009

Pemilu Legislatif 2009

Catatan Dadang Kusnandar

Kamis 9 April 2009 hari H Pemilu legislatif. Pukul 05.45 wib saya meneruskan sms yang diperoleh seorang kawan dekat di Indramayu 27 Maret 2009 pukul 21.20.49 wib. Isi sms yang panjang itu : Aja milih kuning lamun atine ora bening. Aja milih abang lamun kegembang lambe abang. Aja milih ijo lamun doyan mbebodo. Aja milih biru lamun kegawa ning garu. Aja milih gadung bokat wedi kesandung. Aja milih ireng lamun gawe urip kang bureng. Pilhen sing suci. Sing wis adus getih. Tirakat panas perih. Kocap lan tindak kraket dadi siji.

Artinya lebih kurang : Jangan pilih kuning kalau hati (caleg) nya tidak bening. Jangan pilih merah kalau tergoda bibir merah. Jangan pilih hijau bia suka berbohong. Jangan pilih biru kalau terbawa garu. Jangan pilih kuning muda barangkali takut tersandung. Jangan pilih hitam kalau membuat hidup menjadi buram. Pilihlah yang suci (bersih). Yang sudah mandi darah. Tirakat (kontempelasi) panas perih. Ucapan dan tindakan melekat jadi satu.
Sms panjang yang seru itu membangkitkan semacam kesadaran, bahwa pemilu kali ini harus benar-benar memilih caleg yang berkualitas. Kenali track recordnya baik di dalam parpolnya maupun keterlibatan di masyarakat.

Dari 16 sms panjang yang saya sebar ada beberapa yang menjawab seperti berikut : (1) Sing jelas sekien akeh kelambi abang atie lebih kuning (yang jelas, sekarang banyak yang berpakaian merah hatinya lebih kuning). (2) Pemilu semrawut, lalu lintas semrawut, pedaringan susut (tempat beras susut). (3) Pilih kang endi bae majikane siji: Ali Baba. Rakyat dikongkon mengkenen dikongkon mengkonon tapi bli pernah dikongkon sugih bareng. Niat ingsun milih geguyuban mbangun budaya politik kanggo mbesukiki. Bismillah! ( memilih yang mana saja tuannya satu: Ali Baba. Rakyat disuruh begini disuruh begitu tetapi tidak pernah disuruh jadi kaya bersama. Niat saya guyub membangun budaya politik untuk esok. Bismillah!).

(4) Kang mekoten saniki mboten wonten, dados kula mboten milih mawon nggih.......wilujeng (yang seperti itu sekarang tidak ada, jadi saya tidak memilih saja ya..... selamat). (5) Ladala....ninggal glanggang, lunga playon, ya wis ora apa-apa asal manungsa jagat nusantarae delap urip panjang umur, ana deleng dideleng, ana rungu dirungu, sing sugih rezeki getol tawasulan. Para pemimpine ora pada takabur lan keblinger, aja ngrasa bisa durung bisa diartiken kang bener-bener bisa ngayomi masyarakate kang adil peceka! Nyuwun pangampura kula......matur kesuwun (ladala.....meninggalkan gelanggang, pergi lari, ya sudah tidak apa-apa asal rakyat nusantara diberkahi panjang umur, ada yang dilihat-- lihat saja, ada yang didengar --dengar saja, yang kaya rizki gemar tawasul. Para pemimpinnya tidak takabur (sombong) dan semau sendiri, jangan merasa bisa tidak bisa diartikan yang benar-benar bisa mengayomi masyarakatnya agar adil sejahtera! Mohon maaf saya.....terima kasih.

Namun ada yang menjawab demikian: SBY Presidenku PKS Partaiku. PKS-Presiden keren sekali karena partai kuning merah ijo itu golongan-golongan para pencipta korupsi KKN dan penjual aset negara.

Ada juga yang membalas seperti ini: Saat ini banyak ketidakpastian, parpol kehilangan kontrol. Riak kemarahan terjadi di Bandung seperti mendungnya langit saat ini, dan di mana-mana berlangsung delegitimasi terhadap KPU daerah. Kita tidak patut bersyukur atas hasil pemilu 2009 karena kecilnya perolehan suara partai sebagai cermin mesin politik tidak mampu bergerak secara progesif. Bahkan kita berkabung karena liberalisasi politik telah merontokkan identitas partai dan rasa kebersamaan ideologi kerakyatan. Pemilu ini menjebak kita pada pusaran-pusaran kapitalisme politik. Alhasil semua energi dikerahkan hanya untuk kepentingan individu sesuai dengan roh kapitalisme. Begitulah setidaknya kita punya kehendak yang progesif karena kalau kita menunggu pemilu hampir sama dengan kita menunggu bubarnya ibu pertiwi ini. Buat kita, pemilu melalui sistemnya adalah fase demi fase runtuhnya kesadaran nasionalisme kita yang telah direncanakan secara sistematis. Entah oleh siapa......?

Mengapa saya mengirim sms seperti itu? Sms panjang (lms) dari Saptaguna di Indramayu itu mengingatkan saya, minimal untuk tidak salah memilih caleg pada 9 April. Dan sebagai upaya saling mengingatkan maka saya mengirimkannya kepada teman-teman di Cirebon, Bandung dan Jakarta. Bukan apa-pa, cuma untuk mengingatkan jalan sekali-kali memilih seorang caleg tanpa mengenal track record politiknya, jangan memilih caleg yang tidak kita kenal -- kendati dalam beberapa hal saya termasuk menyayangkan proses pemilu 2009 yang menurut banyak orang : acak adul. Tak heran jika ada teman yang secara eksplisit menjawab sms saya : Golput!

Lalu Apa?

Pemilu legislatif 2009 sudah berakhir dan KPU telah menetapkan perolehan suara serta peolehan kursi tiap parpol di parlemen. Kendati masih menyisakan problem yang cukup krusial, yakni masalah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dikhawatrikan akan muncul lagi pada Pemilu Presiden Rabu 8 Juli 2009 yang tinggal dua hari itu; pemilu legislatif tetap mencerminkan tumbuhnya demokrasi di Indonesia.

Banyak kalangan menilai telah terjadi penurunan kualitas caleg terpilih yang akan mewakili suara para pemilihnya di DPR, DPRD, dan DPD. Akan tetapi karena kita masih menganut sistem parlementer, maka mau tidak mau kita harus menerima hasil pemilu 9 April lalu. Sorotan atas hadirnya sejumlah artis sinetron, model, tokoh lokal yang dikenal warga setempat, wajah lama DPR, DPRD, dan DPD yang kembali berkiprah pada 2009 - 2014 setidaknya memberikan nuansa baru penilaian kita pada proses demokrasi langsung, terbuka, dan serentak di seluruh Indonesia ini.

Apa pun hasilnya, inilah wajah negeri kita. Negeri yang kaya raya namun dililit banyak persoalan serius menyangkut hubungan antarnegara (ingat: Amabalat dengan Malaysia, ketergantungan utang luar negeri, hubungan diplomatik dengan Israel, dan sebagainya), etnosentrisme yang masih mengganggu kebhinekaan, korupsi yang susah dibasmi, pendidikan nasional yang selalu jadi ajang uji coba, masalah kesehatan masyarakat yang terus didera sistem penjatahan bagi orang miskin namun banyak praktek penyimpangan di tubuh departemen kesehatan, buruh yang ditinggalkan serta kurang ditaut UU Perburuhan No.13/ 2005, dan masih banyak persoalan besar yang menantang. Menuntut penyelesaian yang memihak kepentingan publik.

Mereka yang terpilih seharusnya tidak terbuai dalam kesenangan semata. Take home pay untuk anggota DPR RI dan DPD RI senilai Rp 58,4 juta per bulan, belum ditambah uang reses per tiga bulan, seharusnya memacu semangat kerja yang optimal bagi perbaikan bangsa ke depan. Duduk di kursi panas di parlemen seharusnya diniati oleh keinginan mengabdi kepada bangsa. Bukan menyakiti bangsa. Bukan mengkhianati perasaan publik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar