Selasa, 13 Februari 2018

Kartu Lebaran



SAMPAI dengan sekitar awal tahun 2000, kita masih memperoleh kartu lebaran. Baik dari teman, kerabat atau saudara. Saat memperoleh kartu lebaran yang terkirim melalui pak pos  berkendaraan sepeda motor warna oranye, kegembiraan terpancar dari wajah sang penerima. Sambil mengucapkan terima kasih kepada pak pos, kartu lebaran itu diperlihatkan kepada teman dan atau saudara. Semakin banyak memperoleh kiriman kartu lebaran menunjukkan bahwa kita punya banyak teman.

Kartu lebaran bergambar masjid disertai kaligrafi bahasa Arab bertuliskan Taqabalallahu mina wa minkum. Taqabal ya karim, bergambar ketupat, beduk, anak lelaki bersarung plus kopiah dan perempuan berbusana muslim. Sepertinya mewakili ketidakhadiran fisik pada tanggal 1 Syawal. Entah karena jarak yang jauh atau kendala lain, misalnya keenganan menemui teman-kerabat-saudara lantaran keterbatasan waktu. Atau mungkin karena kartu lebaran dianggap cukup efektif untuk memohon maaf dan saling memaafkan. Itu sebabnya ada tradisi saling bertukar kartu lebaran.

Di Jalan Kesambi Kota Cirebon ada sebuah toko yang menjual aneka kartu lebaran, Toko Jago namanya (sampai sekarang toko ini masih ada). Di Jalan Lawanggada Toko Milik dan Toko Mulus juga menjual kartu lebaran. Kedua toko itu sudah lama gulung tikar dan berganti owner. Di Jalan Pulasaren ada Toko Kita yang menyediakan kartu lebaran. Begitu pula semua toko buku di Kota Cirebon: TB Dasco di Jalan Pagongan, TB Setia di Jalan Pasuketan, TB Attamimi di Jalan Panjunan, Toko Lima di Jalan Pasuketan dan lain-lain tak urung menjual kartu lebaran.

Keberadaan kartu lebaran mengundang kreativitas anak muda yang pandai menggambar. Bermodal kertas jeruk atau kertas asturo, cryon, pastel,  pinsil warna, tinta bak/ tinta Cina dan pena runcing, spidol dan media pewarna lainnya ~anak muda yang pandai menggambar menjual kartu lebaran. Baik kepada teman-temannya sendiri dari rumah ke rumah,  maupun membuka lapak meja kecil di trotoar, malah ada yang menggelar penjualan kartu lebaran di pinggir jalan secara menggelar plastik lipat.

Ingat kartu lebaran bagai mengingat kembali ketika di beberapa super market/ toserba di Kota Cirebon menyediakan kartu lebaran dalam jumlah banyak (produk cetak) di dalam boks yang mudah terlihat konsumen. Ingat kartu lebaran juga mengingat kreativitas para pekerja percetakan.
Kartu lebaran akhirnya kalah saing oleh hand phone sekitar tahun 1998. Layanan pesan pendek/ small message service (sms) menggusur peran kartu lebaran. Setidaknya mengurangi kuota produksi dan penjualan kartu lebaran.

Seorang teman berujar, “Isun sih bli kiyeng mbales sms Selamat Idul Fitri. Bli sopan. Rayaan ya kudu teka. Marek”, ketika hand phone belum begitu mewabah seperti saat ini. Namun kini dia menjadi pengguna hp yang aktif berselancar di media sosial mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin, dan di bawahnya mencantumkan nama saat berkirim sms.

Kartu lebaran masih ada hingga kini dan biasanya cukup banyak tersebar di kalangan instansi. Akan tetapi tidak untuk masyarakat banyak. Bagaimana pun keberadaan kartu lebaran menunjukkan pentingnya saling memaafkan atas segala hilap dan salah antarsesama muslim. Sengaja atau tidak kata maaf harus terucap/ tertulis. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar