Oleh Dadang Kusnandar
Ketua Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan
Daerah Muhammadiyah Kota Cirebon.
PAPAN pengumuman di kelurahan dan atau kecamatan lebih sesak
oleh iklan. Baik iklan kredit perumahan, barang elektronik, maupun kendaraan.
Hanya satu dua iklan plat merah (dari pemda setempat) yang berisi pengumuman
kewajiban membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tepat pada waktunya, atau
kenaikan tarif air minum/ tarif dasar listrik dan sejenisnya. Masyarakat
sekitar kelurahan relatif enggan berlama-lama berdiri di depan papan
pengumuman.
Pemandangan lain tentang papan pengumuman justru saya
temukan di Kabupen Jepara. Sekitar alun-alun, agak menyempit di samping gang,
sebuah papan pengumuman berbingkai kayu dan ber jendela kaca serta terkunci,
menyajikan koran Suara Merdeka. Saya menuliskan ini tanpa maksud mengiklankan koran
tersebut. Dipasang berjejer per halaman dan mudah dibaca masyarakat sambil
berdiri. Papan pengumuman itu sepertinya menjadi pilihan sesaat setelah lelah
berolah raga di sekitar alun-alun depan tugu lambang kota. Juga saat menunggu
seseorang dan sebagainya.
Pemasangan koran di papan pengumuman puluhan tahun lalu
dilakukan teman-teman Pikiran Rakyat Jalan Kartini Cirebon. Entah mengapa
usianya pendek dan tidak ada kelanjutannya. Agaknya bagus juga jika dihidupkan
lagi, setidaknya ketika media cetak berhadapan dengan media elektronik yang
lebih siap saji.
Pada era keterbukaan dan informasi publik, memfungsikan
papan pengumuman secara optimal nampaknya patut dilakukan. Ini menyangkut, pertama, tidak semua pengguna dunia
virtual membaca dengan teliti. Kedua,
membaca melalui dunia virtual yang gampang dilakukan karena dengan mudah dapat
diakses dari hp, biasanya hanya selintas dan mudah lupa. Ketiga, ada kecenderungan pengguna dunia virtual hanya membaca
judulnya saja lantas beralih ke sosial media yang bisa berinteraksi secara
langsung.
Padahal beberapa plang biasa berjejer merapat dan merusak
pemandangan kantor kelurahan/ kecamatan, bahkan balai pertemuan kampung (baperkam)
di tingkat RW. Plang-plang tersebut sepertinya memperlihatkan kesibukan yang
bukan main. Berbagai lembaga pendukung RW, Kelurahan, dan Kecamatan itu
memadati halaman parkir serta memperlihatkan aktivitas warga sekitarnya. Sebut
saja misalnya PKK, LPM, Warga Siaga, Posyandu, dan lain-lain. Namun tetap saja
papan pengumuman yang tersedia hanya berisi sesuatu yang tidak menarik minat
baca (kecuali terpaksa).
Pada sebuah kesempatan saya pernah berbincang dengan Anggota
DPRD Yang Terhormat. Tanpa prolog saya katakan, supaya warga mengetahui alokasi
penggunaan keuangan daerah, sebaiknya APBD dipampang di papan pengumuman Kelurahan,
dan Kecamatan. Ini saya sampaikan karena untuk Kota Cirebon hanya butuh 27
salinan APBD yang akan dipampang di lima kecamatan dan 22 kelurahan. Anggota
DPRD itu mengelak dan menjawab, “Lah,
sapa sing maca bung?”. Spontan saya jawab, “Ya pasti ana. Sok lah isun wani toto`an”.
Dialog pun macet meski sudah saya sampaikan, jangan
beralasan uangnya dari mana. Teringat ucapan seorang sohib almarhum, “Itu bukan uang Anda. Gunakan saja. Itu uang
rakyat, dan rakyat berhak tahu aliran keuangan daerahnya”. Dialog terhenti
dan hingga kini tidak ada salinan APBD yang terbuka serta mudah diketahui siapa
pun yang disediakan (dipajang) di papan pengumuman kecamatan serta kelurahan.
Keinginan membaca APBD muncul mengingat tidak semua warga
diundang oleh DPRD saat pengesahan APBD melalui sidang paripurna (hehe….kalau diundang semua di mana
tempatnya). Di balik ketersediaan salinan APBD yang terpampang di papan
pengumuman publik kita dapat membaca secara jelas besaran dana plus alokasinya
yang meliputi dua hal, yakni pengeluaran dengan nomenklatur belanja rutin dan
belanja pembangunan. Masyarakat pun dapat menilai dan mengkritisi lalu memberi
input kepada pemerintah daerah apabila terdapat hal-hal yang memihak publik.
Munculnya reaksi pada pengadaan mobil dinas yang kini ramai
dibincangkan di Kota Cirebon, malah mengundang demo berbagai kalangan dapat
diantisipasi seandainya salinan APBD telah dipajang di papan pengumuman secara
terbuka. Kabar tentang mobil yang salah peruntukkan merebak lantaran berbanding
terbalik dengan bunyi UU No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara,
utamanya di Pasal 3. Juga bertentangan dengan isi PP No. 58 Tahun 2005 Tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah. Membaca penjelasan Fauzan SH, Bankumham KNPI Kota
Cirebon di media cetak Cirebon, mengingatkan perlunya keterbukaan informasi
publik, khususnya bagi warga Kota Cirebon.
Itu baru satu contoh dan masih banyak contoh lain menyangkut
pentingnya APBD diketahui warga masyarakat. Bisa saja menyoal bantuan atau dana
non budgeter yang hanya diketahui orang-orang tertentu. Demikian
pula pos-pos lain yang mengandung dan mengundang potensi “rawan”.
Kembali ke persoalan menyoal papan pengumuman. Keterbukaan
dan informasi publik, sesuai dengan peristilahannya, merupakan hak dasar
masyarakat mengetahui segala sesuatu berkaitan dengan proses pembangunan
daerah. UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik ini tentu
saja diabdikan bagi kelangsungan pembangunan dengan pelibatan masyarakat di
dalamnya. Ini selaras dengan napas reformasi, utamanya pada sisi pengetahuan
masyarakat menyoal pembangunan fisik dan non fisik. Dan beriringan dengannya,
Komisi Informasi Publik pun menjadi perlu untuk mengawal keperluan masyarakat
mengenai informasi yang diperlukan bagi pembangunan daerah/ negara.
Komisi Informasi Publik (KIP) di Kota Cirebon sudah ada sekira
6 (enam) tahun dan berkantor di Jalan By-Pass Brigjen Dharsono. Tapi kiprahnya
belum ketahuan dan belum dirasakan oleh publik. Membaca nama plang kantornya
yang cukupkeren, tentu saja perlu
aktivitas keren yang disajikan kepada
publik Kota Cirebon. Jika keberadaannya belum dapat dioptimalkan oleh jajaran
apparatus KIP Kota Cirebon, agaknya menjelang 2015 mendatang yang penuh
tantangan serta kompetisi dengan pihak asing, KIP Kota Cirebon harus berbenah
serta menyiapkan langkah strategis memenangkan persaingan di era AFTA. Minimal
agar warga Kota Cirebon tidak sekadar jadi penonton tarik menarik kepentingan
serta kepentungan asing di tanahnya sendiri.
Tulisan pendek ini disajikan sebagai urun rembug sangat
kecil untuk masyarakat Kota Cirebon yang haus informasi. Tentu saja informasi
yang kelak mengantarkan menuju perbaikan hidup, baik secara fisik maupun non
fisik. Semoga ada yang berkenan membaca. Tidak seperti judul tulisan ini, “Lah, sapa sing maca, bung?”.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar