Senin, 13 Oktober 2014

Lah, Sapa Sing Maca Bung



Oleh Dadang Kusnandar

Ketua Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Cirebon.

PAPAN pengumuman di kelurahan dan atau kecamatan lebih sesak oleh iklan. Baik iklan kredit perumahan, barang elektronik, maupun kendaraan. Hanya satu dua iklan plat merah (dari pemda setempat) yang berisi pengumuman kewajiban membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tepat pada waktunya, atau kenaikan tarif air minum/ tarif dasar listrik dan sejenisnya. Masyarakat sekitar kelurahan relatif enggan berlama-lama berdiri di depan papan pengumuman.

Pemandangan lain tentang papan pengumuman justru saya temukan di Kabupen Jepara. Sekitar alun-alun, agak menyempit di samping gang, sebuah papan pengumuman berbingkai kayu dan ber jendela kaca serta terkunci, menyajikan koran Suara Merdeka. Saya menuliskan ini tanpa maksud mengiklankan koran tersebut. Dipasang berjejer per halaman dan mudah dibaca masyarakat sambil berdiri. Papan pengumuman itu sepertinya menjadi pilihan sesaat setelah lelah berolah raga di sekitar alun-alun depan tugu lambang kota. Juga saat menunggu seseorang dan sebagainya.

Pemasangan koran di papan pengumuman puluhan tahun lalu dilakukan teman-teman Pikiran Rakyat Jalan Kartini Cirebon. Entah mengapa usianya pendek dan tidak ada kelanjutannya. Agaknya bagus juga jika dihidupkan lagi, setidaknya ketika media cetak berhadapan dengan media elektronik yang lebih siap saji.

Pada era keterbukaan dan informasi publik, memfungsikan papan pengumuman secara optimal nampaknya patut dilakukan. Ini menyangkut, pertama, tidak semua pengguna dunia virtual membaca dengan teliti. Kedua, membaca melalui dunia virtual yang gampang dilakukan karena dengan mudah dapat diakses dari hp, biasanya hanya selintas dan mudah lupa. Ketiga, ada kecenderungan pengguna dunia virtual hanya membaca judulnya saja lantas beralih ke sosial media yang bisa berinteraksi secara langsung.

Padahal beberapa plang biasa berjejer merapat dan merusak pemandangan kantor kelurahan/ kecamatan, bahkan balai pertemuan kampung (baperkam) di tingkat RW. Plang-plang tersebut sepertinya memperlihatkan kesibukan yang bukan main. Berbagai lembaga pendukung RW, Kelurahan, dan Kecamatan itu memadati halaman parkir serta memperlihatkan aktivitas warga sekitarnya. Sebut saja misalnya PKK, LPM, Warga Siaga, Posyandu, dan lain-lain. Namun tetap saja papan pengumuman yang tersedia hanya berisi sesuatu yang tidak menarik minat baca (kecuali terpaksa).

Pada sebuah kesempatan saya pernah berbincang dengan Anggota DPRD Yang Terhormat. Tanpa prolog saya katakan, supaya warga mengetahui alokasi penggunaan keuangan daerah, sebaiknya APBD dipampang di papan pengumuman Kelurahan, dan Kecamatan. Ini saya sampaikan karena untuk Kota Cirebon hanya butuh 27 salinan APBD yang akan dipampang di lima kecamatan dan 22 kelurahan. Anggota DPRD itu mengelak dan menjawab, “Lah, sapa sing maca bung?”. Spontan saya jawab, “Ya pasti ana. Sok lah isun wani toto`an”.

Dialog pun macet meski sudah saya sampaikan, jangan beralasan uangnya dari mana. Teringat ucapan seorang sohib almarhum, “Itu bukan uang Anda. Gunakan saja. Itu uang rakyat, dan rakyat berhak tahu aliran keuangan daerahnya”. Dialog terhenti dan hingga kini tidak ada salinan APBD yang terbuka serta mudah diketahui siapa pun yang disediakan (dipajang) di papan pengumuman kecamatan serta kelurahan.

Keinginan membaca APBD muncul mengingat tidak semua warga diundang oleh DPRD saat pengesahan APBD melalui sidang paripurna (hehe….kalau diundang semua di mana tempatnya). Di balik ketersediaan salinan APBD yang terpampang di papan pengumuman publik kita dapat membaca secara jelas besaran dana plus alokasinya yang meliputi dua hal, yakni pengeluaran dengan nomenklatur belanja rutin dan belanja pembangunan. Masyarakat pun dapat menilai dan mengkritisi lalu memberi input kepada pemerintah daerah apabila terdapat hal-hal yang memihak publik.

Munculnya reaksi pada pengadaan mobil dinas yang kini ramai dibincangkan di Kota Cirebon, malah mengundang demo berbagai kalangan dapat diantisipasi seandainya salinan APBD telah dipajang di papan pengumuman secara terbuka. Kabar tentang mobil yang salah peruntukkan merebak lantaran berbanding terbalik dengan bunyi UU No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, utamanya di Pasal 3. Juga bertentangan dengan isi PP No. 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Membaca penjelasan Fauzan SH, Bankumham KNPI Kota Cirebon di media cetak Cirebon, mengingatkan perlunya keterbukaan informasi publik, khususnya bagi warga Kota Cirebon.

Itu baru satu contoh dan masih banyak contoh lain menyangkut pentingnya APBD diketahui warga masyarakat. Bisa saja menyoal bantuan atau dana non budgeter yang  hanya diketahui orang-orang tertentu. Demikian pula pos-pos lain yang mengandung dan mengundang potensi “rawan”.

Kembali ke persoalan menyoal papan pengumuman. Keterbukaan dan informasi publik, sesuai dengan peristilahannya, merupakan hak dasar masyarakat mengetahui segala sesuatu berkaitan dengan proses pembangunan daerah. UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik ini tentu saja diabdikan bagi kelangsungan pembangunan dengan pelibatan masyarakat di dalamnya. Ini selaras dengan napas reformasi, utamanya pada sisi pengetahuan masyarakat menyoal pembangunan fisik dan non fisik. Dan beriringan dengannya, Komisi Informasi Publik pun menjadi perlu untuk mengawal keperluan masyarakat mengenai informasi yang diperlukan bagi pembangunan daerah/ negara.

Komisi Informasi Publik (KIP) di Kota Cirebon sudah ada sekira 6 (enam) tahun dan berkantor di Jalan By-Pass Brigjen Dharsono. Tapi kiprahnya belum ketahuan dan belum dirasakan oleh publik. Membaca nama plang kantornya yang cukupkeren, tentu saja perlu aktivitas keren yang disajikan kepada publik Kota Cirebon. Jika keberadaannya belum dapat dioptimalkan oleh jajaran apparatus KIP Kota Cirebon, agaknya menjelang 2015 mendatang yang penuh tantangan serta kompetisi dengan pihak asing, KIP Kota Cirebon harus berbenah serta menyiapkan langkah strategis memenangkan persaingan di era AFTA. Minimal agar warga Kota Cirebon tidak sekadar jadi penonton tarik menarik kepentingan serta kepentungan asing di tanahnya sendiri.

Tulisan pendek ini disajikan sebagai urun rembug sangat kecil untuk masyarakat Kota Cirebon yang haus informasi. Tentu saja informasi yang kelak mengantarkan menuju perbaikan hidup, baik secara fisik maupun non fisik. Semoga ada yang berkenan membaca. Tidak seperti judul tulisan ini, “Lah, sapa sing maca, bung?”.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar