Jumat, 12 Oktober 2012

Lukisan Yang Menipu



Oleh Dadang Kusnandar


"Lukisan kalian hanya mengelabui kumbang dan kupu-kupu,
 tetapi gambar saya bisa menipu manusia"
(Raden Saleh)


UCAPAN itu terlontar ketika belajar melukis ke Belanda dan karyanya lebih bagus daripada pelukis-pelukis muda Belanda. Awal perjalanan yang menarik bagi proses eksistensi keseninaman Raden Saleh ternyata terbukti setelah melalui jasa pamannya hingga bersekolah melukis di Belanda. Bagai kisah yang merangkai dalam hidup seniman besar itu. Karya lukisnya tidak hanya dikagumi melainkan juga dipalsukan untuk kepentingan finansial dan popularitas seseorang.



Lukisan Raden Saleh yang berjudul “Badai”  bisa kita nikmati di Galeri Nasional Jakarta. Lukisan ini beraliran Romantisme. Dalam aliran ini seniman sebenarnya ingin mengungkapkan gejolak jiwanya yang terombang-ambing antara keinginan menghayati dan menyataka dunia (imajinasi) ideal dan dunia nyata yang rumit dan terpecah-pecah. Dari petualangan penghayatan itu, seniman cenderung mengungkapkan hal-hal yang dramatis, emosional, misterius, dan imajiner. Namun demikian para seniman romantisme sering kali berkarya berdasarkan pada kenyataan aktual.

Dari empat periodesasi kehidupan Raden Saleh, yang menarik adalah periode keempat, “Kesadaran Posisi”. Pelukis kelahiran Semarang itu  berhasil memadukan antara modal sosial, modal kultural, dan modal ekonomi secara ideal. Meski dinilai mampu mengalahkan pertarungan melawan diri-sendiri, kehidupan Saleh berakhir dengan kesepian. Ia pindah dari istananya yang mewah di Cikini, Jakarta ke desa Bondongan di kawasan Bogor. Di sinilah Saleh dan isterinya, Raden Ayu Danudirejo, dimakamkan. Periode inilah yang menjadi argumen Suwarno tentangn sikap patriotik Saleh. Pada 1857, contohnya, Saleh melukis Penangkapan Pangeran Diponegoro yang merupakan reiinterpretasi dari lukisan dengan tema yang sama karya pelukis Belanda Nicolas Pieneman. Sepintas, kedua versi lukisan itu sama saja. Tapi, ada beberapa perbedaan prinsip yang menunjukkan secara jelas pendirian Raden Saleh.

Suwarno memperlihatkan perbedaan-perbedaan di antara kedua versi. Antara lain, setting gedung dalam karya Saleh tidak berada di sebelah kanan, tapi di sebelah kiri dengan meniadakan gambar bendera Belanda yang terdapat pada versi Pieneman. Adegan dan gerak tubuh Diponegoro juga menggambarkan kondisi melawan. Yang menarik, dan ini tak asing dalam lukisan-lukisan Saleh lainnya, terdapat potret diri sang pelukis dalam lukisan ini. Beberapa pengikut Diponegoro juga digambarkan berwajah Raden Saleh.


Munculnya pertanyaan mengenai lemahnya nasionalisme Raden Saleh akhirnya menjadi kutub magnetis yang menyedot perhatian. Sebaliknya maestro lukis itu justru memperlihatkan betapa ia ingin sekali menjadikan diri sebagai laskar perang pada Perang Jawa di bawah komando Pangeran Diponegoro. Fakta lukisan fenomenalya bahwa beberapa pengikut Ontowiryo/ Hamengku Buwono IV/ Pangeran Diponegoro berwajah Raden Saleh sendiri, memperjelas keinginannya berontak kepada Belanda. Dan pemberontakan seorang seniman lukis  dituangkan melalui karya lukisnya. 

Pelajaran lain yang memperlihatkan nasionalisme Indonesia sang pelukis ialah fakta bahwa  rumah pribadinya di daerah Cikini dengan arsitektur dan interior gedungnya dibangun sendiri menurut teknik sesuai kebutuhan seorang pelukis, diserahkan kepada pengurus kebun binatang. Sebagai tanda cinta terhadap alam dan isinya, ia menyerahkan sebagian dari halamannya yang sangat luas pada pengurus kebun binatang. Kini kebun binatang itu menjadi Taman Ismail Marzuki. Sementara rumahnya menjadi Rumah Sakit Cikini Jakarta.
Lebih dalam mempelajari biografi Raden Saleh tampak bahwa beliau dekat dengan Kebun Raya Bogor. Artinya dekat dengan suasana botani, suasana tanaman langka, dan ciri khas Indonesia sebagai negara agraris. Kedekatan itu agaknya yang mempertautkan karya-karyanya yang natural. Lukisan kuda dengan detil yang tepat dan panorama keasrian Indonesia, misalnya lukisan berjudul “Badai”, meski masuk kategori beraliran romantisme namun badai yang terjadi di laut terinspirasi oleh fakta alam. Sesuatu yang sangat natural. Dengan kata lain Indonesia dalam pandangan Raden Saleh adalah Indonesia yang natural. Dan pembuktian naturalis itu tampak pada penguatan pertanian, lengkap dengan segala mekanisme, teknologi serta sistem yang diperlukan.

Kedekatan Raden Saleh dengan pendiri Kebun Raya Bogor, Prof. Caspar Reinwardt sekaligus Direktur Pertanian, Kesenian, dan Ilmu Pengetahuan untuk Jawa dan pulau sekitarnya, membuka ruang imajinasi karya lukisnya dengan tema alam Indonesia. Alam terbuka dan telanjang (ketika itu) yang dekat sekali dengan suasana agraris. Suasana tersebut harus kembali dikedepankan saat ini supaya pertanian Indonesia tidak terus menjadi subordinasi negara lain.

Kembali ke awal tulisan, lukisan yang menipu, relevan dengan kenyataan tentang pribadi Raden Saleh yang mencintai Indonesia. Ia menipu kolonial Belanda dengan caranya sendiri, dan kita sebagai penikmat karya lukisnya sangat tidak beralasan apabila tetap mempertanyakan dengan sinisme, “Nasionaliskah seorang Raden Saleh?”.

APA yang pernah saya sampaikan pada diskusi seni rupa di Indramayu beberapa bulan ke belakang dengan mempertanyakan nasionalisme Raden Saleh, kiranya terjawab sudah. Bahwa pelukis pun memiliki cara tersendiri menuangkan gagasan nasionalisme dan keindonesiaannya melalui sapuan kuas bercat minyak di atas kanvas. Dan ini sudah dibuktikan Raden Saleh dengan cara yang nyeni. Artinya ia bukan antek Belanda, bukan kaki tangan kolonial, dan bukan seniman yang hanya secara pragmatis memanfaatkan ruang berkaryanya. Akan tetapi seorang yang memiliki sikap keindonesiaan yang patut ditiru. Setidaknya Taman Ismail Marzuki dan Rumah Sakit Cikini di Jakarta merupakan sumbangan sangat berharga bagi masyarakat.
Nasionalisme seniman dengan demikian masih menjadi tengara betapa sebenarnya setiap seniman tetap memiliki kecintaan dan rasa sayang kepada bangsanya.  Meskipun pada suatu masa sempat disangsikan bahkan terus dipertanyakan sebagai sebuah sikap yang kontradiktif serta kontraproduktif. ***


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar