Ente Mendi Bae?
Oleh Dadang Kusnandar
TAK ada yang tak kehilangan abah. Kita sebagai orang yang
dekat dengannya hanya bisa memanjatkan do`a dan harapan kepada tuhan, semoga
abah memperoleh karunianya di alam barzah. Tak ada yang tak sedih
ditinggalkannya karena abah sangat peduli kepada masalah yang dihadapi
orang-orang yang datang kepadanya. Siapa pun dia, abah tak pernah membedakan. Bahwa
Abah Ayip Usman Yahya seorang yang egaliter, kita semua mahfum adanya. Dan
bahwa abah bersikap empati kepada orang yang bermasalah, kita pun tahu.
Tak terasa hari Ahad 7 November 2010 dalam hitungan Masehi
memasuki tahun kedua (dalam hitungan Qomariyah tahun 1433 H) pada Minggu 21
Oktober 2012. Dua tahun sudah pondok kehilangan abah, dan dua tahun sudah
berlalu fisik abah dari hadapan kita. Tak ada lagi senyumnya, tak ada lagi
sapaan khasnya, “Ente mendi bae?” Lalu
apa yang terlintas di benak kita sepeninggal abah? Cukupkah ia kita gantungkan
sebagai sepenggal kisah sunyi di balik riuh rendah Nusantara saat ini? Cukupkah
abah kita tempatkan sebagai bagian masa lalu yang terlupakan?
Tentu saja tidak. Ketika Johandi tiga tahun lalu mengatakan,
“Saya punya rekaman ceramah-ceramah abah
di pondok Kempek. Ayo siapa yang mau menuliskannya?” Seketika saya
mengiyakan, bahwa saya siap menuliskannya tapi dengan bantuan teman-teman
karena tidak mungkin memindahkan bahasa lisan menjadi bahasa tulis tanpa
dukungan teman-teman. Tiga tahun lalu itu saya seperti tengah “berjihad”
menunjukkan sikap yang seolah-olah hendak mengabadikan ceramah Abah Ayip Usman
Yahya menjadi buku. Tiga tahun ke belakang, agaknya sikap demikian pun sempat
muncul dalam pikiran teman-teman.
Namun nyatanya tak mudah mengerjakan sesuatu (yang dapat
memberi pencerahan kepada umat) tanpa kesungguhan, tanpa dibarengi kekuatan
tekad untuk menyediakan waktu dan tenaga bagi terealisasinya buah pikir abah
dalam bentuk buku. Beruntung Fahmina
Institute menerbitkan Islam,
Pesantren dan Pesan Kemanusiaan di tahun 2008. Di tangan Marzuki Rais,
Marzuki Wahid, Faqihuddin Abdul Kodir dan teman-teman lain ~buah pikir abah
terdokumentasi melalui buku. Sementara buku kedua yang bertajuk Merajut Kebhinekaan Untuk Kemanusiaan
yang diterbitkan Khatulistiwa Publishing,
Februari 2011 pada Tahlil 100 hari lebih mencerminkan testimoni daripada buah
pikir abah. Alhasil kita berharap terbit buku ketiga dengan fokus pemikiran
abah terhadap satu hal. Materi pemikiran abah yang tersimpan di tangan Johandi
dalam bentuk cd bisa dibuka sebagai
referensi.
Itu sebabnya dua tahun sepeninggal abah dapat kita artikan
sebagai waktu yang tepat untuk mulai kembali mengumpulkan ide-ide abah lalu
dibukukan. Ide-ide abah yang terserak itu apabila dibiarkan maka selamanya akan
terserak menjadi patahan-patahan saja. Sementara bila dipadukan maka
pikiran-pikiran abah akan menjadi utuh, dan dapat disebarkan ke mana saja. Ide
penulisan buku mengenai pikiran-pikiran abah semoga tak berhenti hanya pada
keinginan. Waktu dua tahun kepergiannya sudah cukup untuk kembali bersungguh-sungguh
menulis abah dengan pikiran abah oleh orang yang masih punya kesetiaan kepada
abah.
Hasan Ma`arif menulis demikian tentang abah: Saya selalu
akan menjadi santrinya karena hampir pada setiap perjumpaan dengan Beliau saya
kerap banyak mendapatkan ilmu dan hikmah. Sangat banyak pencerahan yang saya
dapatkan dari almarhum menyangkut banyak hal: Politik, Keislaman dan
Kemanusiaan. Bahkan tentang kemanusiaan saya mendapatkan pemahaman yang sangat
luas: Tentang posisi manusia di hadapan Tuhan, posisi manusia di antara
manusia, dan posisi manusia di antara dialektika dengan alam sekitarnya, (Merajut Kebhinekaan Untuk Kemanusiaan,
halaman 64). Dua puluh enam penyumbang tulisan testimoni tentang abah, saya
yakin bisa dikaryakan kembali untuk buku abah berikutnya.
Khaul tahun kedua Abah Ayip Usman Yahya yang kita cintai
belum menghasilkan buku ketiga, namun demikian sangat mungkin akan hadir buku
ketiga itu dalam waktu berikutnya. Misalnya menjelang 1000 hari wafatnya abah.
Pengertian dokumentasi menurut Paul
Otlet pada International Economic
Conference tahun 1905 adalah kegiatan khusus berupa pengumpulan,
pengolahan, penyimpanan, penemuan kembali dan penyebaran dokumen.
Dalam Encyclopedia
Britanica: dokumentasi adalah semacam pengawasan dan penyusunan bibiliografi,
yang menggunakan alat-alat seperti seperti indeks, sari karangan dan isi
bibiliografi di samping memakai cara tradisional (klasikal dan katalogisasi),
untuk membuat informasi itu dapat dicapai.
Merujuk Federataion
Internationale de Decomentation (FID), dokumentasi adalah: mengumpulkan dan
menyebarkan dokumen-dokumen dari semua jenis-jenis mengenai semua lapangan
pekerjaan manusia (documentation C’ est
reunir, classer et distribuer des document de tout genre dans tours les
domaines de L’ativite humaine).
Kegiatan dokumentasi melibatkan kegiatan pengumpulan,
pemeriksaan, pemilihan dokumen sesuai dengan kebutuhan dokumentasi;
memungkinkan isi dokumen dapat di akses; pemrosesan dokumen; mengklasifikasi
dan mengideks; menyiapkan penyimpanan dokumen; pencari kembali dan penyajiannya.
Sehubungan masih banyak pengagum Abah
Ayip Usman Yahya, sekali lagi saya tekankan bahwa teman-teman mampu dan mau
merealisasikan pendokumentasian pemikiran beliau untuk dapat dijadikan rujukan
melihat fenomena dan dinamika yang berlangsung.
Ini terwujud dengan keyakinan dan kekuatan untuk menempatkan abah
sebagai sentrum, sebagai kutub magnetis yang menarik kumparan ke dalam
kekuatannya.
Khaul
BILA anak cucu adam meninggal
maka yang mengantar ada tiga yaitu shodaqotun
jariyah, ilmu yang manfaat dan anak saleh yang mendo`akan. Yang dua kembali
yaitu harta dan sanak keluarga dan yang tinggal (menemani) hanyalah amalnya
saja.
Tidak dapat dipungkiri bahwa
setiap yang meniggal itu hanya membawa amal perbuatannya selama di dunia. Dan
tidak dapat diragukan bahwa orang-orang yang masih hidup itu diberikan
kewajiban mendo’akan orang-orang yang telah meninggal dunia. Maka dari itu,
dalam rangka mengirimkan do’a kepada orang-orang yang telah meninggal terutama
sanak keluarga yang telah berpulang dilaksanakanlah peringatan Khaul, karena tidak ada yang
ditunggu-tunggu oleh mereka yang ada di alam barzah kecuali kiriman do’a dari
kita yang masih hidup.
Itu adalah manfaat khaul bagi
orang yang telah meniggal. Lalu untuk kita yang masih hidup adakah manfaatnya? Di
antara manfaatnya adalah sebagai nasehat dan mengingatkan kita akan kematian. Mungkin bila kita mendengarkan
ceramah Ustadz, Kyai, Ulama ternama atau Habibullah tentang nikmat surga, dalam
diri kita merasa tenang dan senang kala itu dikarenakan membayangkan nikmat
tersebut. Namun jika telah kembali ke dalam kehidupan dan rutinitas kita
masing-masing maka lupalah itu semua. Begitu pula ketika diceritakan betapa pedih dan mengerikannya
neraka maka kita langsung merinding, bahkan sampai meneteskan air mata memohon
perlindungan pada Allah agar terhindar dari yang demikian, tapi setelah
meninggalkan majelis itu kita sudah berubah lagi seperti sedia kala.
Ini sangat berbeda dengan nasehat
akan kematian, ia akan melekat setidaknya lebih lama dalam diri kita. Bila anda
mendengar tetangga anda meninggal dunia padahal kemarin ia sehat dan bugar
badannya, sementara anda sedang dalam keadaan sakit, yang terlintas dalam
pikiran anda adalah “Waduh dia yang sehat
aja mati, jangan-jangan sakit saya ini pertanda kalau saya mau mati.” Atau
mungkin jika ada katil atau kurung batang (keranda) lewat didepan rumah anda,
yang terlintas dalam pikiran anda, “Gue
besok juga akan naik demikian, padahal gue punya mobil tapi tetep aja gue
dibawa pake demikian itu.” Hilanglah kesombongan anda dan kecintaan anda
akan dunia karena mengingat yang demikian.
Mengutip blog Ni`mah
Izzah Rachiem,: Khaul artinya
peringatan ulang tahun meninggalnya seseorang yang dalam praktiknya istilah
khaul itu “hanya” dipersembahkan untuk tokoh-tokoh yang sangat dihormati oleh
masyarakatnya dan bukan untuk warga masyarakat umum. Arti penting dari
upacara-upacara khaul itu ialah : pertama, meneguhkan perasaan hormatnya
santri dan masyarakat sekitarnya akan peran dari figur kyai yang bersangkutan.
Pada konteks ini, terutama bagi santri-santri, menghadiri khaul kyai mereka
sama artinya dengan meneguhkan silsilah atau mata rantai keilmuan. Peneguhan
itu semakin kentara dalam jamaah tarekat. Arti kedua dari acara khoul
adalah pertemuan alumni. Pada acara temu alumni itu, bukan saja masing-masing
alumnus bisa tukar pengalaman dalam kaitannya dengan perjuangannya menyebarkan
ilmu di daerahnya masing-masing tetapi juga mempererat hubungan batin
antaralumni dan antara alumni dengan badal atau wakil-wakil kyai, yang umumnya
adalah putra-putra kyai sendiri atau kerabat dekatnya.
Dan arti penting ketiga dari khaul adalah
keteladanan. Pada setiap acara khaul kyai, sebetulnya secara tersirat
mengingatkan kembali kepada figur dan prestasi yang disandangnya. Kealiman dan
ketakwaan sang kyai tersebut kemudian dijadikan acuan keteladanan bagi generasi
berikutnya. Semoga peringatan khaul Kyai Syarif Usman Yahya ini menjadi
momentum bagi kita untuk meneladani dan merefresh ajaran-ajaran beliau,
bukan sekedar upacara simbolik yang kering makna. Amiiin...
Mata rantai keilmuan, atau sebutlah ilmu yang bermanfaat
yang terus dibawa abah kea lam barzah pada akhirnya menjadi dambaan kita. Agar
pikiran-pikiran abah yang terserak itu disatukan dan diakumulasi pada sebuah
karya. Mengingat kecenderungan teman-teman untuk menuliskan pemikiran abah saat
ini masih kuat, sungguh tidak keliru apabila untuk mengukuhkan mata rantai
keilmuan abah kita realisasikan.
Beberapa Hal
KONDISI umat saat ini ditambah iklim politik yang terus
menggoda untuk dicermati, tak pelak juga menjadi pemikiran Abah Ayip Usman
Yahya. Sejak abah menjadi santri Kempek Ciwaringin Cirebon dan Pesantren
Lirboyo Kediri, pada usia muda abah sudah mengenal dunia politik. Saat
berstatus mahasiswa Fakultas Ushuluddin IAIN Kediri tahun 1964-1965, juga aktif
di organisasi kepemudaan NU Kediri Jawa Timur ~abah sudah pandai memotret
politik Indonesia saat itu. Kepandaian inilah yang mengantarkan abah ke kursi
DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa 1999-2004.
Sejalan dengan itu saya yakin ceramah-ceramah abah dalam cd pun “menyenggol” persoalan politik
yang up to date ketika itu. Tak ada
salahnya jika kembali dipaparkan kepada umat, minimal untuk bahan renungan atau
sejumput ingatan kecil mengenai guyon abah ketika membicarakan masalah politik
dengan sudut pandang seorang kiai. Bahwa abah dikenal ramah kepada siapa pun
membuahkan hasil yang bersifat politis, dan ini merupakan modal awal sebuah
tata pergaulan sosial yang dibentuk bagi kemaslahatan umat.
Dengan kata lain dua buku yang bertutur tentang abah masih
belum cukup untuk mengetahui kedalam pikirannya. Jadi harus ditambah oleh buku
berikutnya dengan penuturan yang lebih detil pada pemikiran abah. Saya kira
inilah pentingnya khaul. Sebagaimana diajarkan dalam sebuah ayat Qur`an yang
berawal dari kisah Nabi Ibrahim: Jadikan
aku buah tutur yang baik. Qur`an Surat Asy-Syu`ara (26) ayat 83-87: “Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan
masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, dan jadikanlah aku
buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian, dan jadikanlah
aku termasuk orang-orang yang memusakai surga yang penuh kenikmatan, dan
ampunilah bapakku, karena sesungguhnya ia adalah termasuk golongan orang-orang
yang sesat, dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan.”
Memperhatikan kondisi zaman kini, mempertimbangkan
kegamangan sejumlah orang atas ketakmampuan mengambil sikap pada sebuah
masalah, menatap NU dan Indonesia dan sebagainya akan kita peroleh dari buah
pemikiran abah yang bening. Pemikiran abah yang berangkat dari pentingnya
menjaga harmonisasi, mau tidak mau akan lengkap apabila kita berupaya untuk
mendokumentasikannya. Meski pemikiran abah berlangsung pada saat itu namun bisa
kita tarik pelajaran dan hikmah untuk diadaptasi dengan kondisi kekinian. Dan
meski pun pemikiran abah merebak ke mana-mana ~semua itu merupakan hidangan
ruhani yang berharga. Setidaknya supaya kita kembali menempatkan abah tidak
sekadar sepenggal kenangan. Tidak semata-mata dengan do`a yang takzim. Serta
tidak hanya dengan bacaan tahlil pada peringatan hari wafatnya.***