Rabu, 16 Mei 2012

Perkeliruan dan Gaya Menjilat ala Partai Demokrat

Oleh Dadang Kusnandar
Penulis lepas, tinggal di Cirebon


JIKA istri pejabat menggantikan kedudukan/ jabatan suaminya, akan muncul fenomena yang bernama perkeliruan. Perkeliruan pertama adalah menyangkut jabatan yang akan disandangnya apabila ia kelak terpilih merupakan kepanjangan tangan kepentingan suaminya. Sebut saja pernyataan Wakil Ketua MPR, Melani Leimena Suharli, yang menilai bahwa sosok Ani Yudhoyono merupakan sosok yang ideal untuk menjadi calon presiden selanjutnya. Lebih lanjut politisi Partai Demokrat itu mengatakan, "Secara kepartaian dia hebat, bukan karena ia merupakan istri SBY, tapi juga karena dia memang wakil ketua partai," ujarnya di gedung MPR, Selasa 15 Mei 2012. Alasan yang dikemukakan Melani LS yang juga menjabat sebagai Pembina Perempuan Demokrat ini, suara dari dalam tubuh Demokrat sendiri menginginkan agar Ani maju di pemilihan presiden pada 2014 nanti. Keinginan ini murni datang dari para kader mereka, khususnya kader perempuan.

Perkeliruan pasti akan muncul tidak hanya dari luar partai melainkan juga dari internal partai pemenang Pemilu legislatif 2009 itu. Perkeliruan dari internal partai memang tidak sekeras perkelirian dari luar partai. Bukankah sepanjang Susilo Bambang Yudhono (SBY) masih menjabat Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat ~sebagaimana Soeharto sebagai Ketua Dewan Pembina Golkar~ memiliki peluang mengarahkan partai untuk pencalonan istrinya pada pemilihan presiden 2014 mendatang. Riak dan friksi dari dalam agaknya masih bisa dikendalikan lantaran di tubuh Partai Demokrat sendiri banyak tokoh yang senantiasa membenarkan kebijakan SBY. Gaya menjilat yang cenderung hipokrit ini memang memuakkan tatkala terbaca keluar, terlebih manakala disampaikan melalui media televisi di acara talk show.

Sementara perkeliruan dari luar dapat diminimalisir apabila Ani Yudhono semakin giat bertandang ke perkampungan miskin sambil membagi sembako dan sejumlah uang. Gaya kampanye ini biasanya mendapat dukungan dengan pencairan Bantuan Langsung Tunai (BLT) pada waktu yang tepat, sementara bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pensiunan PNS melalui perolehan Gaji ke-13. Ani juga dapat menghadiri sejumlah pertemuan dengan pelbagai elemen masyarakat guna memperoleh dukungan politis bagi pencalonannya sebagai calon presiden kelak. Berbagai forum diskusi dan debat pun menjadi sasaran pencitraan Ani, termasuk presentasi yang akan dilakukannya guna memaparkan program Indonesia Ke Depan untuk mempertahankan Kabinet Indonesia Bersatu III. Tak ketinggalan juga iklan dan advertorial yang dilakukan lewat media masa cetak elektronik. Semuanya untuk menunjang suksesi presiden dari tangan suaminya.

Pencalonan Ani diungkapkan Melani bahwa yang bersangkutan sudah beberapa kali menolak. "SBY juga sudah bilang kalau keluarganya tidak akan mencalonkan diri lagi, sedangkan Bu Ani sudah mengatakan kalau dirinya ingin menikmati hidup saja," ujarnya. "Jadi sebenarnya mereka berdua telah setuju untuk tidak maju pada pencalonan depan, tapi hanya kader saja yang menginginkan mereka." Rangkaian kalimat aduhai Melani ini membuktikan sikap politisi Partai Demokrat yang sekadar mencari-cari alasan buat Indonesian First Lady. Artinya dengan mengeksplorasi kelebihan serta alasan pencalonan Ani Yudhono pada pilpres mendatang dianggap merupakan entry point kepartaian.

Estafet yang Gagal

Saya pikir inilah letak betapa tidak sehatnya partai pemenang pemilu legisltatif 2009 ini. Dan tampak betapa kekuasaan harus terus dipagari oleh sejumlah cheerleaders ~pinjam istilah pembuka lomba basket~ yang berfungsi sebagai pemandu sorak. Mereka selalu riang, menampilkan keindahan dengan busana menarik, dengan goyang tubuh yang diatur serta irama yang telah disiapkan. Performa politik macam apa yang kelak mengemuka apabila estafet kepemimpinan negara beralih tangan dari suami kepada istri, dari bapak kepada anak, dari bapak kepada menantu dan seterusnya? Performa ini merupakan titik peletup berkembang biaknya kolusi dan nepotisme. Namun demikianlah Indonesia. Telah banyak istri yang menjadi bupati meneruskan jabatan suaminya, istri, anak dan menantu yang menjadi anggota legislatif sementara bapak menjadi kepala daerah.

Meskipun keputusan ini menurut Melani juga belum dibahas di Majelis Tinggi Partai Demokrat yang juga diduduki SBY. Melani juga menambahkan memang sudah ada rencana golongan muda Partai Demokrat maju ke pilpres 2014. Akan tetapi rivalitas antara Ani versus kalangan muda internal Partai Demokrat bisa ditebak bakal dimenangkan Ani. Mengingat masih adanya ewuh pakewuh dalam aras politik kita serta “sabda” Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat dan Ketua Makelis Tinggi Partai Demokrat. Dan dengan mengantar Ani ke istana negara maka kedudukan mereka pun aman serta nyaman. Fakta ini diperkuat oleh Reform Institute pada Oktober 2011 yang menyebut sejumlah nama yang layak sebagai kandidat calon presiden 2014 mendatang. Salah satunya, ibu Negara Ani Yudhoyono.

Di sisi lain Juru Bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha mengatakan, bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah menyampaikan tidak ada niatan darinya untuk mencalonkan keluarga maju sebagai kandidat presiden 2014. "Keinginan dari keluarga tidak ada. Kalau dicalonkan, ada pihak-pihak yang menganggap menilai ada yang dianggap pantas sebagai capres ya itu sah-sah saja," kata Julian di Bandung, Rabu 26 Oktober 2011. Begitu pula Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Divisi Komunikasi Publik, Andi Nurpati menyatakan, ibu negara Ani Yudhoyono berpeluang menjadi calon presiden dari Partai Demokrat. Ia menyatakan, peluang Ani Yudhoyono sebagai capres sangat besar karena kualifikasi yang dimilikinya. "Dengan kualifikasi sebagai kader PD, mantan wakil Ketua Umum PD, pendiri partai, 2 periode mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden dan sejumlah kemampuan lainnya yang dimiliki beliau. Beliau adalah politisi yang tangguh," kata Andi.

Segudang pengalamannya dan sebagai politisi tangguh, Ani Yudhoyono juga dikenal di masyarakat. Andi Nurpati menambahkan, siapapun boleh saja mengusulkan capres untuk diusung PD. Usulan-usulan tersebut akan dipertimbangkan dalam rapat Majelis Tinggi PD (MTPD). Semua keputusan penetapan capres dan cawapres akan ditetapkan oleh MTPD yang diketuai oleh pak SBY.

Jika Kristiani Herrawati binti Sarwo Edhie Wibowo yang lebih dikenal dengan nama Ani Yudhoyo dan lahir di Yogyakarta pada 6 Juli 1952 ini tercantum sebagai bakal calon presiden pada pilpres 2014 mendatang, maka tunggulah kehadiran perkeliruan yang kesekian kalinya dalam style kepemimpinan Presiden SBY. Perkeliruan yang tak pernah terpisah sepanjang dua periode kepempimpinan SBY ini seharusnya memberi hikmah dan pelajaran terhadap Partai Demokrat. Dengan kata lain SBY gagal melakukan kaderisasi partai, apalagi memanage negara.***

Ironi Lenin dan Kebangkitan Jerman

Oleh Dadang Kusnandar
Penulis Lepas, tinggal di Cirebon


PESAN pendek dari teman penggagas Liga Pers Mahasiswa (LPM) Setara Universitas Swadaya Gunungjati Cirebon, pada sebuah sore awal Mei tahun ini ke telepon seluler saya memastikan bahwa saya akan hadir nonton film Goodbye Lenin yang diteruskan dengan diskusi film tersebut. Pemutaran film menggunakan infocus dengan layar putih spanduk bekas kegiatan mahasiswa itu diadakan di aula Unswagati. Tidak banyak yang nonton dengan intens, sebagian malah asik memainkan hp, mungkin sms atau main facebook.

Setelah menyaksikan film Goodbye Lenin,film tragedi Jerman yang dirilis tahun 2003. Film yang disutradarai oleh Woflgang Becker ini dapat dilihat sebagai suatu gerakan rindu akan Jerman Timur (ostalgie). Film ini merupakan film perdana pada Festifal Film Internasional Jakarta 2004. Berbagai perspektif dihadirkan oleh sutradara dan penulis skenario dengan baik. Betapa seorang ibu Christiane Kemer yang diperankan Katrin Sab menampilkan sosok yang kuat. Kuat secara ideologi, kuat memeluk keutuhan keluarga/ rumah tangga, dan tergolong konservatif sebagai penganut sosialisme Jerman Timur.

Film berdurasi 122 menit ini cukup melelahkan tapi tergolong asik ditonton. Betapa tidak. Berlatar suasana pra reunifikasi Jerman, tergambar “ketertinggalan” bagian Timur dari saudaranya di Barat. Akan tetapi jangan ditanya bagaimana kekuatan ideologi sosialis dan komunis di Jerman Timur, termasuk kekuatan represif polisi negara menghalau demonstran. Hanya karena seratusan pemuda berdemo di jalanan dengan meneriakkan, “kebebasan pers”, mereka diperlakukan tidak manusiawi. Ditendang, diinjak sepatu laras, lalu diangkat ke truk polisi dan akhirnya masuk penjara tanpa proses peradilan. Dari sini film berawal, Cristian Kemer di depan matanya sendiri menyaksikan anak lelakinya Alexander Kemer yang diperankan Daniel Bruhl dianiaya polisi negara hingga akhirnya di penjarakan. Di pelataran aksi itu Alex berkenalan dengan perawat sebuah rumah sakit yang bernama Lara (diperankan Chulpan Khamatova).

Dari sini film berawal. Dari konflik dimulai. Melihat anak lelakinya diperlakukan kasar oleh polisi negara, Christiane mendadak pingsan karena mengidap penyakit jantung koroner, lantas dirawat di rumah sakit. Sepanjang 8 (delapan) bulan ia mengalami koma. Oktober 1989, Christiane baru siuman dan minta pulang ke rumahnya. Di rumah ia tidak bisa berbuat apa-apa kecuali berbaring di tempat tidur dan berkomunikasi dengan Alex yang sudah menikah dengan Lara. Alex sebagai anak tetap menghormati ibunya meski sang ibu terkena amnesia.

Perlahan-lahan ingatan dan kenangan Christiane terbuka. Hingga pada ulang tahunnya, Alex mengundang keluarga dan tetangga. Dihibur paduan suara anak-anak. Anak-anak menyanyikan lagu cinta lingkungan : “Rumahku adalah hutan, angin, ikan di kolam, rumahku adalah sungai”. Lagu yang bertema cinta lingkungan dan keasrian bumi.
Di penggal akhir Goodbye Lenin kamera dengan indah menayangkan jasad Christiane yang dibakar dan diterbangkan abunya ke empat penjuru angin melalui pelepasan roket buatan di atas atap gedung tinggi. Keluarganya menyaksikan dan berkata, “Apakah dia melihat kita di bawah?”.

Goodbye Lenin, sebuah kata pedih yang ditujukan kepada Lenin ~pemikir, penggagas, sang ideolog besar yang membentuk Rusia~ terpampang jelas manakala patung Lenin yang dirobohkan massa diangkut helikopter. Kepala dan badan patung Lenin seukuran dada itu terselematkan. Bagian patung yang diangkut helikopter itu terlihat Christiane tak lama seusai ia bisa berjalan dan ingatannya pulih. Goodbye Lenin hampir sama dan sebangun dengan lagu Don`t Cry for Me, Argentina ketika kesebelasan Argentina kalah di final piala dunia oleh Brazil di tahun 1994. Tangis Diego Armando Maradona di lapangan hijau diiringi lagu pedih Don`t Cry for Me, Argentina.

Woflgang Becker, sutradara film ini cukup jeli juga dengan memotret suasana kemenangan kesebelasan sepak bola Jerman Barat di semi final dengan mengalahkan Inggris lewat adu penalti. Wajah kaisar sepak bola Franz Beckenbouer, Rudy Foller, Jurgen Klinsman saat beraksi tidak hanya memberi hiburan warga Jerman Timur. Di balik itu spirit dan kekuatan bahwa bersatu dengan Jerman Barat merupakan keniscayaan karena didukung oleh prestasi internasional. Dan suasana bertambah meriah manakala di final Jerman Barat mengalahkan Belanda lantas berhasil memboyong piala Jules Rimet

ke negaranya. Kian terbukalah konsep reunifikasi. Dan kian terbuka pula mata dunia tentang kebangkitan Jerman yang dikhawatirkan bangkinya Neo Nazi.

Sosialis Demokrat

Lenin sebagaimana kita tahu namanya hingga kini dipahatkan sebagai nama kota Leningrad di Rusia. Kota sibuk, kota satelit sekaligus kota industri yang memungkinkan berlangsungnya transit berbagai komoditas penting ~termasuk uranium (bahan pembuat nuklir, terutama U-23) yang diangkut dari Pegunungan Kaukasus. Kebesaran Lenin pun diabadikan dalam bentuk patung besar di tengah kota Leningrad, sebagai penghormatan atas ide-ide besarnya dan pengingat bahwa dia lah seorang peletak dasar negara komunis itu. Namun reunifikasi mengoyak kehidupan Berlin, dan kota lainnya di Jerman Timur.

Kemudian berlangsung kejutan budaya dengan masuknya junk food, minuman kaleng, manisan dari Barat. Pesta di diskotik kaum muda dengan kebebasan bergaulnya (mirip suasana awal RRC setelah membuka diri tahun 1980-an). Anak-anak muda Jerman Timur pun menarikan tari perut untuk mengetahui kesenian Oriental. Perubahan nilai mata uang, yang membuat warga eks Jerman Timur yang memiliki deposit di bank kaya mendadak, dan terjadi perubahan gaya hidup. Di film itu pun digambarkan bagaimana Christiane terpana melihat lampu berwarna pink berbentuk bola cukup besar dan memendarkan warna-warni cahaya. Artinya ada keterkejutan budaya bagi warga Jerman Timur menjelang setelah dirobohkannya tembok Berlin. Amuk massa terhadap tembok pembatas dan pemisah itu menjadi inspirasi lagu Wind of Changes grup band Scorpion asal Inggris. Bahkan banyak pematung yang sengaja datang ke tembok Berlin untuk memungut sebagian reruntuhannya guna diadaptasikan dalam karya seninya.

Di sisi lain reunifikasi Jerman merupakan beban berat bagi Jermat Barat. Dana pembangunan banyak dialokasikan ke wilayah eks Timur agar tidak tertinggal dan setara dengan negara lain. Dalam waktu sekejap konselor Jerman Helmut Kohl sukses memajukan eks wilayah Timur dan terus hingga menggulirkan ide mata uang Euro. Reunifikasi Jerman seakan menjadi pemicu awal “penyatuan” Eropa dengan berbagai kemudahan yang diperoleh warga. Bepergian antar negara Eropa tidak perlu visa dan exit permit lagi, tidak perlu banyak berurusan dengan pihak imigrasi.

Jerman dengan paham sosialis demokratnya kini merupakan negara paling sejahtera. Test chase yang dilakukan pada awal reunifikasi pun berlanjut hingga kini. Pertanyaannya adalah, mungkinkah sosialisme demokrat ala Jerman (yang disebut Jalan Tengah) diadaptasi di negara kita? Kedua, berbekal nasionalisme Indonesia yang memuat unsur sosialisme demokrat ~selatyaknya kita bisa lebih maju daripada Jerman. Dengan kata lain kesejahteraan rakyat menjadi tolok ukur keberhasilan memanage negara.***